Kamis, 27 September 2012

Masker


sebenernya ide postingan kali ini sudah lama sekali nangkring di benak, cuma baru sempat dituangkan ke dalam tulisan saat ini.  enjoy reading!

Walaupun nama benda penutup hidung dan mulut yang saat ini banyak dipakai oleh masyarakat kita, terutama masyarakat yang tinggal di perkotaan, berasal dari bahasa inggris "mask" yang arti harfiahnya adalah topeng, namun tentu saja benda tersebut bukanlah berfungsi sebagai topeng dalam artian yang sebenarnya, karena topeng adalah benda yang digunakan untuk menutupi seluruh wajah yang  biasanya digunakan untuk tujuan menutupi identitas yang sebenarnya.  sedangkan benda penutup hidung dan mulut yang bernama "masker" ini, adalah benda yang dipakai untuk melindungi hidung atau alat pernafasan kita dari polusi udara yang saat ini kian merajalela.

Beberapa tahun ke belakang, saat saya masih duduk di bangku SMA, "masker" belum banyak dipakai seperti halnya sekarang. di kereta-kereta, di bis-bis kota, di trotoar, di jembatan penyebrangan, orang-orang masih jarang sekali memakai masker. pedagang asongan pun masih jarang sekali yang menjajakan "masker" di tempat2 tersebut.   walaupun ada, warna dan bentuknya masih sangat sederhana, seperti halnya masker2 yang saat ini dijual dengan harga Rp. 1000. saat itu, belum ada masker yang bergambar Mickey Mouse yang lucu, helllo kitty yang ngepink, Keroppi yang imut, dan masih banyak lagi. apakah memang beberapa tahun ke belakang udara yang kita hirup masih belum tercemari? sehingga orang-orang tidak perlu repot-repot memakai masker, dan para produsen masker tidak perlu repot-repot mendisain masker yang lucu dan unik agar diserbu pembeli? ataukah memang masker saat ini tidak hanya berfungsi sebagai pelindung alat pernafasan kita saja, tapi juga sudah menjadi bagian dari fashion, bahkan mungkin juga sudah menjadi bagian dari lifestyle atua gaya hidup kita?

Perhatikan saja sekitar kita, saat kita sedang dalam kereta, angkot, bis kota, dan kendaraan umum lainnya, berapa orang yang terlihat ngobrol dengan teman di sebelahnya atau di depannya yang sesama penumpang namun  tidak saling kenal sebelumnya? hitunglah  berapa orang yang dengan tersenyum ramah, tiba-tiba memulai percakapan, berbasa-basi dengan bertanya hal-hal sepele pada kita seperti dari mana? mau kemana? tinggal dimana? kuliah atau kerja dimana?

Berapa jumlah mereka? satu, dua, atau kosong? karena ternyata kitapun termasuk ke dalam orang-orang tersebut, masyarakat yang sudah hidup dengan menggilai   "Privasi", masyarakat yang individual, masyarakat yang anti basa-basi menyapa orang yang belum dikenal, masyarakat yang sudah lupa bagaimana caranya tersenyum dan menyapa teman seperjalanan yang duduk disampingnya, masyarakat yang merasa lebih nyaman memakai masker Emo atau Keroppi dan duduk diam tanpa berbasa basi.


Ide masker ini awalnya memang sebagai reaksi kita terhadap pencemaran udara yang sebenarnya kita sendiri adalah pelakunya, namun apakah  jika kita tidak memakai masker dan kembali menjadi masyarakat yang suka tersenyum ramah dan berbasa-basi, kita akan terjangkit penyakit pernafasan? tidak bukan? dan apakah jika kita sudah rajin memakai masker, kita akan secara otomatis terbebas dari polusi udara? tidak juga bukan? jadi, apakah kita masih perlu memakai masker?




Minggu, 23 September 2012

Kenapa menjadi Guru?

catatan hati satu minggu yg lalu

Pukul 17 lewat 6 menit,
sore yang damai,
aku memandangi matahari yang bersiap turun ke pusarannya, 

Beberapa bulan yang lalu, saat seorang kenalan bertanya kepadaku "kenapa mau menjadi guru? kan gajinya kecil" aku hanya tersenyum tipis menjawabnya. benar2 hanya tersenyum dan tidak mengeluarkan sepatah katapun. dalam hati sejujurnya akupun meng-iyakan apa yang dikatakannya. bahkan saat sampai di rumah, aku pun mengulang kembali pertanyaan teman baruku itu, "berapa seh gaji guru?tidak sebesar gaji pegawai Bank atau kantoran, apalagi gaji guru honorer di kampung seperti aku? kenapa aku mau menjadi guru? apa yang aku harapkan? apakah ini benar2 adalah tujuan dan cita2 hidupku? ataukah hanya pelarian agar tidak disebut sebagai pengangguran setelah lulus kuliah?

Dan sore ini, andai waktu dapat diputar ulang, seperti halnya saat kita merewind lagu kesukaan kita di tape recorder ataupun MP3 player, aku ingin menjawab dengan penuh percaya diri, aku ingin menjawab dengan penuh kebanggaan hati pada teman baruku itu, bahwa aku mau menjadi guru karena menjadi guru adalah pekerjaan yang istimewa, karena ia mendidik dan mengurusi anak manusia yang memiliki fikiran dan perasaan, betapa istimewa bukan? dan tentu saja tidak mudah. mengingat anak-anak didik itu merupakan aset bangsa yang paling berharga, yang akan menentukan ke mana Bangsa ini kan dibawa. 

Tuhan,bantu aku agar  menjadi seorang guru yang amanah. amin.

Rabu, 15 Agustus 2012

Bayang-Bayang

Pernahkah engkau dibayangi-bayangi oleh rasa takut akan kematian? 
saat benak penuh sesak oleh bayang-bayang detik-detik terakhir kita di dunia?

Lebih dari kata "pernah" 
aku mengalaminya,
bukan hanya tentang kematianku, tapi juga kematian orang-orang yang aku kasihi. emak, bapak, adik, sahabat...

Bukankah kita semua "pasti" mengalaminya?

saat naik kereta api, hampir selalu terbersit bahwa tayangan video kecelakaan kereta api paling bersejarah di negeri ini, tragedi bintaro, terulang kembali, dan aku menjadi salah satu korbannya, 

saat naik motor dengan membonceng paman atau teman, hampir selalu terbersit kecelakaan tabrakan antara motor dan mobil truk yang sering aku dengar terjadi di jalan yang kami lewati, dan spontan rasa takut  bahwa kecelakaan tersebut juga akan menimpaku benar2 mengganggu fikiranku sepanjang perjalanan. 

saat bapak sedang dalam perjalanan pulang ke rumah ataupun menuju suatu tempat, kemudian hp nya tidak bisa dihubungi, aku akan selalu merasa was-was dan tak henti berdoa pada Tuhan, supaya Ia berbaik hati melindungi bapak dari kecelakaan apapun. 

Saat emak di bawa ke rumah sakit untuk pertama kalinya saat akan melahirkan adikku yg ke3, aku juga merasa cemas dan tak henti berdoa pada Tuhan, agar Ia berbaik hati menyelamatkan emak dan adik bayi kami, namun tetap saja di sela-sela doa tersebut, bayangan-bayangan tentang bagaimana jika emak tidak selamat atau apalah, terus menghantui benakku. 

Dan begitulah...
bayang-bayang 
tentag detik-detik terakhir di dunia itu 
hampir selalu memburuku,

Mungkin sebagiannya, telah membuatku merasa menjadi orang paling takut sedunia, merasa menjadi orang paling naif, atau juga paling bodoh, karena menakuti hal-hal yang belum pasti terjadi.
tapi setidaknya aku tetap perlu bersyukur, karena sebagiannya lagi, terkadang selalu membuatku merasa menjadi orang paling lemah dan tidak berdaya yang hanya mampu berdoa memelas kasih sayang Tuhan. 
 

Selasa, 08 Mei 2012

Emak

apakah seorang suami harus selalu bersikap romantis pada istrinya?

jawabnya, mungkin tidak harus selalu, tapi sesekali perlu lah, demi menjaga kehangatan dan keharmonisan keluarga. 
itu adalah kalimat-kalimat yang sering kali saya baca di buku-buku pernikahan ataupun yang saya dengar di ceramah-ceramah agama tentang pernikahan. 

namun, dalam praktiknya,  saya benar2 tidak pernah menyaksikan apa yang sering saya lihat di TV dan sinetron-sinetron, ataupun yang sering saya baca di cerpen dan novel-novel pernah dilakukan oleh bapak pada emak, seperti  tentang suami yang mengecup kening istrinya sebelum berangkat kerja, tentang suami yang memberikan seikat mawar merah di hari ulang tahun istrinya, atau suami yang mengajak istrinya untuk candle light dinner di restoran sisi pantai dengan deburan ombak menyapu karang. 

apakah bapak bukan tipe laki-laki yang romantis? saya sering bertanya-tanya seperti itu dalam hati, jawabannya mungkin "ya" bapak bukan tipe laki-laki yang romantis, atau bisa juga, memang saya yang tidak pernah benar-benar tahu bahwa bapak sebenarnya adalah laki-laki yang romantis, entahlah! bisa jadi, bapak memang punya caranya sendiri untuk bersikap romantis pada emak, dan tentu saja hanya emak yang tahu tentang ha itu. 

yang jelas, bagi saya semua itu tidak terlalu penting lagi. apakah bapak memang tidak pernah bersikap romantis pada emak, ataupun sebaliknya, sering bersikap  romantis namun saya tidak tahu, yang terpenting adalah fakta bahwa kekuatan cinta mereka berdua yang begitu besar mampu mengalahkan segalanya, restu keluarga besar emak, kepahitan dan kesulitan hidup, juga tentu saja menaklukkan waktu hampir seperapat abad pernikahan mereka. 

saat saya mendengar, ada teman bapak yang sudah "berhasil" tidak hanya memiliki dua rumah tetapi sekali gus juga "dua ratu" yang mendiaminya, kemudian keluarga mereka mulai terdengar "sumbang", saya hanya bisa bersyukur, bahwa bapak tidak melakukan hal yang sama. 

apakah memang bapak tidak mampu? ataukah memang emak memang sangat layak untuk dicintai dan tidak layak dikhianati? rasanya, saya lebih suka menjawab pertanyaan yang kedua. 

emak, walaupun kulit wajahnya saat ini sudah tidak kencang lagi, walaupun rambutnya yang tipis saat ini sudah mulai beruban, memang sangat layak untuk dicintai dan sangat tidak layak untuk dikhianati. 

emak, dengan segala ketulusannya, kecerdasannya, kesabarannya, ketabahannya, mendampingi bapak dan membesarkan dan mendidik anak-anaknya, memang sangat layak untuk dicintai dan sangat tidak layak untuk dikhianati. 

sejujurnya, saya tidak pernah benar-benar merasa yakin, bahwa emak memang sangat layak untuk dicintai, sampai suatu pagi, saat matahari sedang mulai bertahta di waktu dhuha, sambil mengawasi siswa kelas 9 menekuri soal-soal ujian nasional, pak kepala sekolah tempat saya mengawas yang memang teman bapak, bercerita betapa ia mengagumi spirit dan tekad juang emak mendampingi bapak, saat bapak masih berjualan baju di kaki lima, ia sungguh-sungguh melihat dengan mata kepalanya sendiri, saat pagi masih gelap dan matahari belum menampakan diri di ufuk timur, emak dengan semangat baja sudah mendorong gerobak yang berisi baju-baju yang akan di jual di kaki lima dari kontrakan mereka yang mungil ke pasar tempatnya setiap hari memanggang diri demi sesuap nasi. 

teman bapak itu kemudian berkata, ia sungguh-sungguh baru pertama kali itu dan bahkan tidak pernah lagi selama hidupnya, melihat seorang istri yang benar2 rela berkorban dan berjuang membantu suaminya seperti emak. ia kemudian membacakan sebuah doa, semoga jika memang suatu hari emak dipanggil olehNya, Ia memasukkan emak ke dalam surgaNya. 

saya pernah mendengar cerita itu berkali-kali dari bapak, namun, saat saya  mendengar cerita itu lagi dari mulut orang lain, entah kenapa saya jauh  lebih merasa  ditampar, ditendang, ditinju, dan akhirnya terkapar dalam sebuah ruang kesadaran, betapa durhakanya saya, seringkali menyepelekan emak, seringkali membantah emak, seringkali membuat emak menangis, seringkali membuat emak kesal dan marah.dan apakah cinta emak berkurang? tentu saja seincipun tidak. 

ah, 
emak 
memang sangat layak dicintai, 
bukan hanya oleh bapak, tapi juga oleh kami....

Kamis, 26 April 2012

DAN MONSTER ITU BERNAMA UN

"semua ini HARUS diakhiri!!!"
kataku mengumpat

"tidak mungkin, kita tidak mungkin bisa mengakhirinya!"
ujarmu.

"mengapa?"

"entahlah, aku sendiri tak tahu mengapa" 
jawabmu lesu

"lalu, di manakah nurani kita?"
 tanyaku dengan suara tertahan

"mungkin, ia sudah pergi" 
matamu menerawang jauh ke batas bukit itu.

"arghhhhh.... omong kosong dengan semua sistem ini, omong kosong dengan STANDARISASI!"
aku berteriak membuat takut burung - burung gereja yang tadi berkerumun di lapang itu. 

"tidak tahukah MEREKA? betapa bulshitnya STANDARISASI itu??? mencoba menyamaratakan HASIL dari PROSES yang berbeda-beda?" 

 "percuma saja kau berteriak disini! apakah MEREKA mendengarnya? kalaupun mereka kebetulan mendengarnya, apakah mereka akan mempedulikanmu? hei...bercerminlah! siapa dirimu?"
katamu.

"aku tak peduli, aku sungguh tak peduli, kawan" 
aku terduduk, bersimpuh di atas tanah yang merah.

"menurutku, bukan salah MEREKA juga, sobat!" 

"lalu? salah siapa??? 
aku mendelik demi mendengar ucapanmu.



"entahlah, namun bukankah dulu, saat bapak-bapak dan ibu-ibu kita sekolah, KETIDAKLULUSAN juga sudah pernah dan sering menimpa beberapa teman bahkan diri mereka? tapi apakah kemudian mereka mencari baigon ataupun seutas tali untuk mengakhiri segalanya? tidak bukan? TIDAK LULUS bukanlah akhir dari segalanya bagi mereka, walaupun tentu saja mereka juga bersedih hati dan menangis."

"kau betul, sobat, lalu mengapa adik-adik kita, anak-anak didik kita, bahkan kita sendiri saat ini merasa begitu takut jika TIDAK LULUS UJIAN NASIONAL?? lalu berbagai cara kita lakukan agar anak didik kita dapat mengalahkan MONSTER paling menakutkan yang bernama UN itu dengan mudah, tidak peduli apakah cara itu menodai nurani kita, tidak peduli apakah cara itu akan dan pasti menumbuhkan benih-benih ketidakjujuran yang siap dituai buahnya esok hari, kita tidak peduli, karena mungkin kita sendiri telah melupakan bahwa janji masa depan yang lebih baik itu tidak akan pernah datang dengan idealisme dan kejujuran, dan bahwa TUJUAN AKHIR dari proses TIGA tahun atau ENAM tahun yang singkat itu HANYALAH SELEMBAR KERTAS YANG MEWARTAKAN ANAK DIDIK KITA LULUS UJIAN NASIONAL, selebihnya? kita tidak peduli."

"dan tentu saja, itu semua dilakukan hanya karena kita tak ingin nama anak-anak didik atau sekolah tempat kita mengabdi, juga daerah tempat kita menghirup udara selama ini TIBA-TIBA TERPAMPANG JELAS dalam HEADLINE KORAN atau menjadi BERITA HANGAT DI PEMBERITAAN-PEMBERITAAN LOKAL MAUPUN SWASTA sebagai TOKOH UTAMA yang TIDAK LULUS UN" 
katamu menambahkan. 

"hanya sesederhana itu sebenarnya akar masalahnya, tapi kita membuatnya seolah-olah besok adalah hari kiamat" 
ujarmu lagi. aku menekuri tanah, diam tak berkata-kata lagi, namun aku mengiyakan sepenuhnya kata-katamu.

"lalu apa yang harus kita lakukan?" aku kembali bersuara.
"entahlah! kalau kita pindah ke MARS, kau setuju?" katamu sambil tersenyum.

aku tak menjawab, tidak pula mengangukan kepala. 
namun beberapa detik, akhirnya kita tertawa lepas bersama-sama....

Kamis, 12 April 2012

SEBUAH NOSTALGIA TENTANG EPISODE MENANGKAP BELALANG

Sejak dulu, hujan selalu menjadi berkah bagi kami,
apalagi di musim panen seperti ini,
maka tak peduli, jalanan yg becek, jemuran yg tak kering2,
saat sore tiba dengan guyuran hujan yang membasahi tanah kami,
kami menyambutnya dengan suka cita, kami mnyembutnya dengan bahagia, karena selepas magrib nanti, kami akan berpesta di pesawahan yang baru selesai di panen, menangkapi "siemet" atau belalang, sambil membawa obor, berlomba-lomba dengan teman sebaya , memenuhi botol bekas aqua dengan binatang kecil itu. 
siapa yang tidak tahu belalang? binatang yang bernama latin Valanga Nigricornis ? bahkan anak SD yang  tinggal dan bersekolah di Kota dan tentu saja tidak pernah melihat wujud aslinya dari belalang ini pun juga akan tahu dan bisa membedakan mana gambar belalang mana gambar gajah, #he.....# karena di buku-buku pelajaran ilmu pengetahuan alam, ataupun di buku-buku mewarnai binatang, binatang kecil bersayap ini kerap kali muncul sebagai bahan pembelajaran.

Tapi, jika pertanyaannya diganti, "pernahkah makan belalang?" tentu tidak semua orang akan menjawab ya. karena tentu saja tidak semua orang tahu kalau belalang ini enak dan gurih jika sudah digoreng. bahkan, kalau kebetulan di rumah sedang tidak ada cemilan, kita bisa memakan belalang ini sebagai cemilan yang tidak kalah renyahnya seperti snack yang dijajakan di toko2.

penasaran? coba saja sendiri! he...
tapi tentu saja tidak semua jenis belalang bisa kita makan , kawan, bahkan beberapa ada yang tidak boleh dimakan karena beracun. tapi sayangnya saya tidak bisa memberitahukan nama latin ataupun jenis belalang yang seperti apa yang tidak boleh dimakan itu. yang jelas, belalang yang kebanyakan hidup di pesawahan itulah yang selama ini selalu kami tangkap dan makan, bahkan ada juga yang menangkapnya untuk kemudian dijual ke tetangga-tetangga. 

namun, bagi saya pribadi, belalang tidak hanya sekedar penggati lauk untuk makan, atau pun juga sebagai cemilan renyah yang enak dilidah, apalagi sebagai salah satu lahan untuk mencari nafkah. lebih dari itu belalang atau orang kampung kami menyebutnya "siemet" bagi saya adalah binatang tempat saya menengok kembali masa kecil saya atau istilahnya kerennya bernostalgia tentang masa kana-kanak yang penuh dengan hal-hal ajaib dan menakjubkan di kampung kami. 

saya akan selalu ingat, betapa dulu saya selalu bergembira saat hujan turun di sore hari pada waktu musim panen. tak peduli kilat yang terkadang menyambar2 di sela-sela rintik hujan, saya akan meminta izin pada emak, memaksa untuk ikut menangkap belalang di pesawahan yang jauh dari perkampungan. bersama  teman-teman sebaya yang masih sodara, dan jika kebetulan emak sedang berbaik hati mengijinkan, saya akan langsung berganti kostum, memakai kaus yang sudah banyak getahnya, memakai celana selutut,  bertopi, kemudian menyambar botol aqua bekas yang tergantung di rak piring, setelah itu berlari tanpa alas kaki menyusul teman-teman yang sudah menunggu di tikungan jalan. 

di pesawahan yang sudah mengering itu, kami akan berlari-lari mengejar belalang yang hinggap dengan menggunakan sambet alat yang kami buat sendiri khusus untuk menangkap belalang, alat itu ada yang terbuat dari plastik kiloan yang bneing, ataupun dari jaring yang sangat halus, yang diberi kayu atau pegangan. ya... seperti alat penangkap ubur-uburnya Spongebob itu lho. 

saat hari hampir magrib, dan sodara saya sudah memanggil-manggil untuk pulang, saya akan ber yaaa kecewa, sambil melirik hasil tangkapan yang tidak seberapa, jangankan memenuhi botol aqua bekas ukuran sedang, setengahnya pun tidak. tapi, salah satu teman sebaya saya akan berbaik hati membagi hasil tangkapannya kepada saya, karena dia tentu saja mendapat lebih banyak daripada saya.  kami pun pulang dengan senyuman, seraya berdoa dalam hati, semoga besok sore, Tuhan berbaik hati menurunkan hujan kembali.  ^_^

Jumat, 06 April 2012

INSTAN




Mungkin kita telah sepakat untuk melupakan "kata" itu dan menggantinya dengan sebuah "kata" baru yang lebih terdengar modern, 'instan"

Saat pagi datang dan kita masih malas untuk beranjak dari tempat tidur, seraya membayangkan betapa dinginnya air yang menyentuh pori-pori kita, saat itu juga ide itu datang, "kenapa tidak menyalakan water heater saja?" maka kita tidak akan terlambat pergi ke tempat kerja karena harus menunda mandi pagi atau memasak air panas dulu di kompor. dan pagi yang dingin itu, telah kita taklukan dengan hanya memencet tombol merah di mesin pemanas air di kamar mandi, mudah bukan? dan tentu saja menghemat waktu.

Saat jam makan siang tiba dan perut kita keroncongan meminta diisi, kita segera menekan beberapa digit nomor di handphone, memesan makanan kesukaan di restoran fastfood, dan tidak sampai setengah jam, pesanan kita sudah ada di meja untuk siap disantap. mudah bukan? dan tentu saja menghemat waktu dan tenaga. 

Saat sore tiba, sambil sejenak melepas penat dan lelah setelah seharian bekerja, kita membaringkan badan di atas kasur, membuka-buka blackberry dan langsung BBM-an, menyapa teman2 lama secara online, tanpa  harus dandan yang  rapih dan keluar ongkos, silaturahim online itu ternyata mudah, murah, dan sangat praktis bukan? dan sekali lagi kita semakin dimanjakan oleh kecanggihan teknologi. kitapun tersenyum penuh kemenangan, seakan dunia sudah ada dalam genggaman. 

Mungkin kita telah sepakat untuk melupakan "kata" itu dan menggantinya dengan sebuah "kata" baru yang lebih terdengar modern, 'instan"
Saat adik kecil kita atau anak kita menangis ingin dibelikan mainan, kita akan langsung membawanya ke toko mainan, walaupun setengah jam sebelumnya, kita telah berbusa-busa ceramah tentang apa bagusnya mainan baru itu? toh mainan yang lama masih dapat digunakan, namun kita mengalah dan dengan berat hati membawa mereka ke toko mainan terdekat, lalu menyuruh mereka memilih mainan yang mereka inginkan, setelah itu pulang sambil menjinjing kantong plastik yang berisi mainan, kadang dengan hati yang tetap dongkol karena uang jatah membeli beras harus terpakai dulu, namun tak jarang pula dengan senyum bahagia demi melihat binar mata bahagia di mata kecil mereka. namun yang terpenting, mereka berhenti menangis dan merajuk, maka masalah selesai. 

Saat kita ingin menyeduh secangkir kopi atau segelas susu, menanak nasi, sekaligus juga makan dengan lauk yang instan (merebus mie), kita hanya perlu menyalakan tombol merah dispenser, lalu tombol merah rice cooker, kemudian menyalakan kompor gas, dan kemudian tinggal santai menunggu sambil tentu saja twiteran, atau fb-an, atau BBM-an. betapa mudahnya hidup. 

Saat kita sedang diburu deadline tugas sekolah ataupun kuliah, membuat makalah tentang anu, membuat laporan tentang anu, membuat kliping tentang anu, membuat puisi, membuat cerpen, maka kita akan bersegera ke warnet, mencarinya di mesin pencari daripada berlelah-lelah pergi ke perpus yang belum terjamin pula kelengkapanya, kemudian meng-copy paste-nya, mengetikkan nama kita di cover depannya, mem-print-nya, dan besok tinggal diserahkan ke guru atau dosen. betapa mudahnya belajar saat ini bukan?


Mungkin kita telah sepakat untuk melupakan "kata" itu dan menggantinya dengan sebuah "kata" baru yang lebih terdengar modern, 'instan"

Namun tentu saja, semua kemudahan yang kita dapatkan dari kecanggihan teknologi saat ini tidaklah murah, bahkan sangat mahal. 

Apakah "kata" instan yang kita bangga-banggakan itu telah menjamin pula kesehatan pencernaan kita? saat beragam makanan dan minuman instan masuk ke dalam perut kita?

Apakah kata instan yang kita elu-elukan itu telah menjamin pula  kokohnya tali persahabatan dan persaudaraan kita hanya dengan berkomunikasi  secara online? tanpa saling bertemu muka, bersua, berjabat tangan, dan berpelukan? 

Apakah kata instan yang kita agung-agungkan itu, telah menjamin pula kreatifitas dan imaginasi generasi penerus kita  yang tak akan pernah mati hanya oleh seonggok mainan dari plastik? 

Apakah kata instan yang kita puji-puji itu telah menjamin pula bahwa  ijazah, dan nilai-nilai dalam raport kita telah sesuai dengan kompetensi diri kita?

Entahlah. 
Namun, kita seakan tumbuh menjadi manusia-manusia yang serba ingin cepat, manusia-manusia yang seakan sedang dikejar sesuatu, manusia-manusia yang ingin selalu terburu-buru, manusia-manusia yang tidak sabaran, manusia-manusia yang anti menunggu lama, manusia-manusia yang perlahan tapi pasti mulai sepakat melupakan kata itu "proses", dan menggantinya dengan kata yang lebih modern "instan". 

Sekali lagi, entahlah.
Namun, bukankah kita juga pernah mendengarnya? sebuah nasihat tua nan bijak, "al'ajaltu minasyaiton... ketergesaan itu sebagian dari setan"? dan bukankah langit dan bumi yang kita tempati saat ini juga diciptakan dalam waktu 7 hari oleh Tuhan? bukan dalam satu malam dengan cara yang instan?

Sekali lagi, entahlah!!!

Sabtu, 17 Maret 2012

What "Jodoh" Means?


"kamu percaya dengan ungkapan perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik?" tanyaku di suatu pagi yang mendung. 

"kenapa kau bertanya seperti itu?" kau malah balik bertanya.

"yang aku baca dalam Al-qur'an seperti itu bunyinya, dan beberapa waktu yang lalu, seorang motivator berkelas nasional menuliskan hal yang sama di halaman FBnya," jawabku.

"kemudian, beberapa orang teman yang kukenal sangat baik menikah dengan seseorang yang baik pula, dan kemarin...seseorang yang pernah "dekat" denganku akhirnya ditakdirkan oleh Tuhan menikah dengan orang lain yang jauh lebih baik dariku," aku melanjutkan.

"kau sedih tidak berjodoh dengannya, Lila?" tanyamu menohokku.

beberapa detik, aku terdiam tidak menjawab.  menarik nafas panjang,

"aku sudah melewati masa sedih itu jauh sebelum aku mendengar kabar dia telah menikah, namun, satu hal yang aku ingin tanyakan pada Tuhan,"

"tentang apa?" tanyamu.

"masihkah ada seseorang yang baik disana? yang akan Ia berikan untukku?"

"tentu saja banyak, bahkan tak terbilang, tapi, yang perlu kau ketahui, dari sekian banyak yang baik itu, tidak semuanya baik untukmu, Lil,"

"maksudmu?" tanyaku dengan mata membulat.

"kau pernah makan di restoran Jepang?"

"iya" jawabku.

"di sana banyak menu yang kelihatannya enak dilidah, kan? tapi tentu saja, tidak semua yang terlihat oleh mata kita itu enak, akan enak pula saat sampai di lidah, dan akan cocok pula saat sampai di perut kita, tidak," katamu.

"tentu saja, kawan, kita kan orang indonesia, lidah kita tidak cocok untuk makanan mereka. lalu apa hubungannya jodoh dengan makanan?"

"kau pikirkan sendirilah apa hubungannya!" jawabmu sambil melenggang pergi.

"kurang asam, hei tunggu!"

kau menoleh. dan aku berlari kecil ke arahmu.

"aku percaya Tuhan yang Maha Pengasih akan memberikan seseorang yang menurutNya baik untukku," aku tersenyum dan kau mengacak rambutku,

"gitu dong! ngapain juga sekolah tinggi-tinggi kalau yang kayak gitu aja gak bisa nalar!"

"Dan satu lagi, menurut yang aku baca di FB ada yang bilang jodoh itu seperti pagi, yang tidak bisa diburu-buru kedatangannya atau juga di tolak kehadirannya, jadi, tidak usah pusing atau berkecil hati,  walaupun teman-teman dan sahabat-sahabatmu sudah banyak yang menyebar undangan pernikahan, itu berarti mereka sudah sampai pada waktu "paginya" sedangkan kau masih harus menunggu malam habis dan fajar merekah di langit, tentu saja bersama jutaan bintang yang selalu siap menemani, salah satunya ya ....aku ini, he..." 

"uwek...uwek...ingin muntah aku mendengarnya," 
"but, anyway, thanks so much for being one of the star who accompany my night" kataku sambil menjawil rambutmu.

Jumat, 16 Maret 2012

Birthday Party? What's Up?


Saat orang tua saya masih kecil dulu, tradisi pesta ulang tahun atau syukuran hari lahir belumlah menjadi tren di kampung kami (ya iyalah, tahun 70an gitu lho!he...) sampai saat saya berumur 6 atau 7 tahunan, salah satu anak kiai di kampung kami yang tinggal di kota besar membawa "tradisi orang kota" itu, mengulangtahunkan anaknya yang pertama dengan sebuah pesta yang cukup meriah dan membuat kami rang-orang kampung berdecak kagum melihatnya. dari situ, pelan tapi pasti, entah kenapa, keluarga-keluarga besar yang justru menyandang predikat sebagai keluarga kiai atau guru ngaji, mulai mengulangtahunkan anak-anak mereka. walaupun perayaan ulang tahun tersebut diberi nama acara syukuran hari lahir agar terdengar lebih islami, kemudian membaca surat alfatihah dan surat-surat pendek sebelum menyanyikan lagu happy birthday, namun tetap saja pada kenyataannya, bagi saya acara tersebut tidak bisa diislamisasi.

Jadi ceritanya, Beberapa bulan yang lalu, Adik saya yang nomor 3 mendapat sebuah undangan syukuran satu tahun atau istilah kerennya ulang tahun anak tetangga kami yang juga teman sepermainan saya waktu kecil. kemudian dua minggu yang lalu, adik saya nomor 4 (si bungsu Najmi) juga mendapat undangan syukuran dua tahun anak tetangga kami yang juga kakak kelas saya waktu SD, dan kebetulan sang ibu yang anaknya  berultah yang kedua itu adalah keponakannya teman sepermainan saya yang mengundang Opa beberapa bulan lalu. 

Lalu kemarin lusa, adik saya nomor 4, kembali mendapat undangan syukuran atau ultah dari anak tetangga kami yang rumahnya tepat depan rumah,  kebetulan pula ibu anak yang akan berultah yang ke -1 itu adalah kakak iparnya teman sepermainan saya waktu kecil. jadi, kalau diitung-itung, dalam kurun waktu tidak sampai enam bulan, kedua adik kecil saya telah diundang tiga kali ke acara ulang tahun oleh keluarga besar yang menjadi tetangga kami itu.

Hal itu bisa saja disebabkan oleh sebuah kebetulan bahwa ketiga anak-anak kecil yang diulangtahunkan oleh ibu-ibunya itu lahir dengan jarak waktu atau tanggal yang berdekatan.,  atau bisa juga oleh sebuah enigma baru tentang budaya perayaan ulang tahun yang semakin diterima oleh masyarakat kampung saya, entahlah, namun terlepas dari apapun alasan yang berdiri di belakangnya, ternyata dalam satu dekade ini, masyarakat kampung saya terutama yang merupakan keluarga besar, terpandang dan terhormat statusnya, mulai membudayakan syukuran hari lahir anak-anak mereka atau bahasa gaulnya islamic birthday party, entah itu untuk alasan menaikan gengsi dan citra keluarga, ataupun memang benar-benar sebagai bentuk rasa syukur atas limpahan kasih yang Tuhan curahkan pada anak-anak mereka. saya tidak tahu. namun, samar-samar saya ingat, saat bapak belum membangun rumah tempat tinggal keluarga kami, dan kami masih tinggal menumpang di rumah nenek, saya tidak ingat saya berumur berapa saat itu, mungkin sekitar 6 atau 7 tahunnan, saya mendapat undangan perayaan ulang tahun untuk yang pertama kalinya dalam hidup saya, juga untuk yang pertama kalinya di kampung kami yang masih udik kala itu. dan kau tahu kawan, apa yang saya rasakan saat itu?

Satu hari sebelum pesta ulang tahun itu, saya sudah merasa dag-dig-dug tidak karuan, seakan-akan sayalah yang besok akan berulang tahun, perasaan antara cemas, penasaran, bahagia, dan bingung harus membawa kado apa dan memakai baju apa bercampur aduk dalam hati saya yang masih polos. kemudian, saat pesta ulang tahun itu tiba, saya dan beberapa teman yang diundang, mandi satu jam lebih lebih awal dari biasanya,  tentu saja karena kami takut terlambat datang ke perayaan itu, maka dengan semangat yang menggebu-gebu kami pergi ke sungai jam setengah tiga sore, saat matahari masih bertengger panas menyinari sungai yang menghijau dan tenang.

pukul setengah empat sore, saya dan teman-teman sudah berada di tempat pesta ulang tahun itu, jujur saja sebenarnya saya sendiri juga tidak tahu bahkan tidak mengenal anak yang akan berulang tahun sore itu, saya juga tidak mengenal ibunya apalagi bapaknya, tapi saya tidak peduli, yang terpenting saya sudah mendapatkan undangan, saya sudah mandi dan berpakaian cukup rapih, dan yang terpenting saya sudah membawa kado, saat itu saya tidak tahu bahkan tidak menyadari bahwa ternyata tidak semua anak-anak kecil di kampung kami mendapatkan undangan istimewa itu dan berkesempatan menyanyikan lagu happy birthday kemudian pulang membawa kantong plastik cantik dan berkilau-kilau dengan berbagai macam kue dan snack yang menggiurkan lidah kecil kami.

Namun, saat ini, saat saya sudah mencapai kepala dua dan tidak pernah sekalipun diulangtahunkan oleh orang tua saya (he....), saat giliran adik-adik saya yang mendapatkan undangan ulang tahun itu,  saya baru menyadari beberapa hal, bahwa seberapa islamipun acara ulang tahun itu di modifikasi dengan membaca alfatihah, dan surat-surta pendek, dengan kartu undangan yang berjudul syukuran dan bukan pesta ulang tahun, tetap saja tidak mengurangi kemeriahan sebuah pesta ulang tahun ala orang-orang kota, juga tentu saja seberapa meriahpun acara ulang thaun itu digelar, tetap saja tidak menjadi penentu anak yang dilulangtahunkan itu akan sukses dunia akhirat, bahkan, justru dengan adanya acara ulang tahun tersebut akan tumbuh semacam kesenjangan sosila antara anak-anak dan keluarga yang mampu berulang tahun dengan anak-anak dan keluarga yang tidak mampu berulang tahun.

Selain itu, anak-anak yang kebetulan tidak termasuk dalam daftar tamu yang diundang, otomatis dia akan bersedih hati, terutama karena mereka tidak bisa mendapatkan tas cantik berisi snack dan minuman. hal ini seperti apa yang menimpa sepupu saya kemarin, dia tidak termasuk daftar tamu undangan karena mungkin rumahnya jauh, dan awalnya ia hanya menonton dari luar bersama teman-temannya yang juga tidak mendapat undangan, namun saat ia melihat ibu saya yang menggendong adik saya datang ke pesta ulang tahun tersebut, ia langsung pulang dan menangis pada ibunya, dan memaksa ingin diantar ke pesta ulang tahun tersebut, namun sang ibu yang merupakan bibi saya keukeuh tidak mau.  what an unlucky little girl, right?

Tapi, terlepas dari dampak negatif yang ditimbulkannya, perayaan ulang tahun sebenarnya punya banyak dampak positif di sisi yang lain. adik saya pernah bercerita, bahwasannya keluarga sahabatnya di Pondok memiliki tradisi mengulangtahunkan anak-anaknya saat mereka berumur 10 tahun atau saat mereka duduk di bangku kelas 4 SD dan itupun hanya sekali seumur hidup. menurut sahabatnya itu, saat ia melihat kakaknya dulangtahunkan pada umur 10 tahun, ia yang masih kecil tidak sabaran ingin cepat-cepat berumur 10 tahun dan diulangtahunkan, maka dalam proses mununggu waktu ulang tahun ke 10 itu tiba, ia pelan-pelan belajar bersikap dewasa dan tidak manja lagi. 

Bagi saya, tradisi keluarga sahabat adik saya ini, lebih  memiliki dampak positif  daripada tradisi ulang tahun yang setiap tahun dilakukan. pertama, tradisi pesta ulang tahun yang setiap tahun dilakukan, akan menanamkan sikap manja pada anak, sedangkan jika hanya satu kali saat mereka berusia di ambang masa atau saat masa remaja, itu akan semakin mematangkan proses pendewasaan mereka. walaupun tentu saja perayaan ulang tahun bukanlah sebuah jaminan seorang anak akan tumbuh lebih dewasa. namun satu hal, apapun alasan di belakangnya, apapun dampak positif dan negatifnya sebuah perayaan ulang tahun, baik itu yang islami atau yang pure sebuah party, atau juga yang hanya berupa acara traktiran minum es cendol,  yang terpenting adalah tradisi berbaginya yang tidak boleh dilewatkan, berbagi apa? tentu saja berbagi kebahagiaan dan cinta bersama keluarga, sahabat, dan teman-teman yang kita cintai. seperti yang rutin dilakukan oleh sahabat saya saat ia berulang tahun, ayahnya selalu mengadakan acara sawer uang pada tetangga-tetangganya disekitar rumahnya, and it really so fun.  anda setuju???

Minggu, 11 Maret 2012

Menulis

"kamu masih suka nulis, Ka?" tanya seorang teman ngajar waktu di TPQ lewat sms. 
"alhamdulillah masih, ka" jawabku. kebetulan dia memang beberapa semester di atasku. maka aku memanggilnya kakak. 


"Neng Eka, masih suka nulis nggak?" tanya uztadzahku saat aku bersilaturahim ke rumahnya yang mungil di pondok.
"masih ustazah" jawabku malu-malu. "tapi, nulis untuk sendiri aja" tambahku. 


"Gimana Eka, masih suka nulis sampe sekarang?" tanya seorang ustad saat aku berkunjung ke rumahnya beberapa minggu yang lalu. 
"itu, temen seangkatan kamu si ... udah nerbitin buku ya?" tambahnya lagi.
"oh iya, Tad, " hanya itu yang bisa aku jawab.


Dan beberapa hari yang lalu, saat aku chatingan dengan teman kuliah ia bertanya hal yang sama,
"....tapi masih suka nulis kan?"tanyanya di tengah-tengah obrolan kami. 
 aku menjawab, "masih donk, apalagi nulis diary"

"kau lihat? hampir semua orang yang pernah mengenalku, bertanya seperti itu saat kami bertemu kembali, dan kau juga lihat? jawabanku untuk pertanyaan-pertanyaan yang seragam itu adalah jawaban-jawaban yang klise, ngeles, dan sedikit tidak PD"

"tapi setidaknya, mereka tahu kalau kamu PERNAH punya bakat menulis" jawabmu sambil tersenyum.

"PERNAH???KATAMU?"  aku menimpali.

"IYA" jawabmu singkat.

"ya kau benar, kawan, aku memang PERNAH punya bakat menulis, aku PERNAH menjuarai berbagai lomba kepenulisan, aku juga PERNAH menjadi anggota salah satu organisasi kepenulisan, dan aku juga PERNAH bermimpi untuk jadi seorang penulis perempuan hebat seperti idolaku, ya..AKU MEMANG PERNAH"

"dan sekarang TIDAK LAGI" sambungmu tajam dan menohokku dengan sangat dalam.

aku terdiam dan perlahan mengangguk.

"tidak usah kecewa! aku beritahu satu hal, menulis itu bukan hanya ketika ada lomba dan kita bersemangat untuk jadi sang juara, bukan juga ketika ada proyek dengan fee yang lumayan, bahkan penulis yang sejati sesungguhnya tidak pernah bermimpi dan berniat bahwa ia ingin menjadi penulis hebat dan ternama, bukan"

"lalu apa?" tanyaku penasaran.

"penulis sejati adalah penulis yang benar-benar hanya ingin menulis sepanjang hidupnya, maka tulislah apa yang ingin kau tulis saat ini, tentang apa saja, dan jangan pernah peduli tulisanmu itu akan dibaca orang lain atau tidak!just write, write, and write!" 

"apakah kata-katamu ini hanya menghiburku atas  kepecundanganku selama ini?" tanyaku lirih.

kau tidak menjawab, dan hanya tersenyum. kemudian balik bertanya.

"apakah wajahku ini terlihat sebagai seseorang yang ingin bersahabat dengan seorang pecundang?"

aku lebih memilih diam dan membiarkan sunyi mengepung kami.

Selasa, 06 Maret 2012

Mengenali karakter seseorang dari cara mengendarai motor


Mungkin, ini adalah postingan yang sama sekali tidak penting. karena, jelas sekali bahwa saya tidak memakai referensi ataupun penelitian ilmiah apapun untuk menuliskan ini. tapi, setidaknya, izinkan saya berbagi, bukankah berbagi itu indah, kawan?

Entah sejak kapan curiosity saya untuk menjadi peneliti karakter orang muncul. saya juga tidak tahu, namun satu hal, dari dulu saya selalu suka memperhatikan karakter orang-orang di sekeliling saya, entah itu keluarga, teman, sahabat, ataupun seseorang yang baru saya kenal. saya selalu menduga-duga, membuat perkiraan-perkiraan yang sama sekali tidak ilmiah, karena menghubungkannya dengan sesuatu yang saya percaya ada kaitannya, misalnya, ketika saya berkunjung ke rumah teman, sodara, atau sahabat, dan kebetulan saya ada keperluan ke kamar mandinya, maka reflek saja saya akan memperhatikan kebersihan kamar mandinya dan kemudian menghubungkannya dengan karakter penghuni rumah tersebut (untuk lebih jelasnya silahkan lihat postingan saya sebelumnya yang berjudul: how clean is your bathroom)

Dan kali ini, saya akan membahas tentang Mengenali karakter seseorang dari cara mengendarai motornya. dari dulu, saya memang lebih sering dibonceng oleh orang lain daripada mengendarai sendiri. namun beberapa hari kebelakang, saya baru terfikir, dan akhirnya membuat kesimpulan bahwasannya kita dapat mengenali atau mengetahui karakter seseorang dari cara mengendarai motornya. 

Jadi ceritanya, beberapa hari yang lalu, saya dibonceng oleh seorang rekan mengajar ketika  pulang ke rumah dari acara perkemahan tingkat SMA. saat turun dari motornya, saya langsung menghembuskan nafas lega yang tak terhingga karena telah selamat sampai di depan rumah, bayangkan saja perjalanan yang normalnya ditempuh dalam waktu setengah jam bahkan lebih,  kali itu hanya ditempuh dalam waktu kurang dari 20 menit. how fast he rode the motorcycle! dan itulah yang membuat saya berkali-kali istigfar saat berkali-kali pula ia menerabas jalan yang rusak dengan bolong di sana sini. entah mungkin karena waktu itu kami berburu dengan waktu agar tidak kemagriban di jalan, yang jelas ia membawa motor seakan ia hanya mengendarainya seorang diri. tidak peduli pada penumpang di belakangnya yang menahan nafas sepanjang perjalanan karena merasa ngeri dan takut terjatuh.

Namun, saat kesokan harinya ia membonceng saya lagi ke bumi perkemahan, cara membawa motornya tetap sama, seperti orang yang terburu-buru alias ngebut layaknya seorang pembalap,  padahal waktu itu kami sedang tidak terburu - buru waktu. saya kemudian mengingat-ingat bagaimana keseharian ia saat mengerjakan tugas-tugas di sekolah, saat rapat, dan lain sebagainya, dan saya sampai pada satu kesimpulan, bahwa rekan saya ini memang seorang yang tidak suka kelambanan,  tidak suka hal yang bertele-tele atau ngayayai tanpa jelas, dan dalam segala hal ia selalu ingin cepat dan buru-buru selesai.

Beberapa hari berikutnya, saya dibonceng oleh murid saya yang saat ini duduk di kelas 9 saat saya akan mengambil netbook  di rumah, dan anda tahu apa yang saya rasakan saat dibonceng olehnya? saya merasa tidak nyaman. pasalnya, ia berkali-kali meng-gas dan menggerung-gerungkan suara motor. saya paham kenapa ia seperti itu, bukankah ia sedang dalam masa remaja yang labil?  that's why he rode the motorcycle like that way.

Siangnya, saya diajak Kepsek ke acara sosialisasi akredetasi MTs di sekolah lain, dan pulangnya saya dibonceng oleh rekan guru yang lain, karena Kepsek harus kembali ke sekolah tersebut untuk mengambil tasnya yang tertinggal. sebelumnya saya memang pernah dibonceng olehnya, tapi tidak dalam perjalanan yang cukup jauh ini, dalam perjalanan kami membincangkan banyak hal, dari mulai jalanan yang sudah bolong-bolong, pemandangan pegunungan yang membiru, dan banyak lagi, sampai tidak terasa kalau kami sudah hampir sampai. saat saya turun dari motornya, saya tentu menghela nafas lega karena telah pulang kembali dengan selamat, namun bukan karena sebelumnya saya merasa takut atau ngeri terjatuh dari motor, bukan. karena tentu saja selama perjalanan tadi, walaupun jalanan aspal yang kami lalui bertebaran bolong-bolong yang tak terhitung, saya tetap merasa aman dan nyaman, tidak merasa takut atau khawatir terjatuh, this because the rider rode his motorcycle slowly but sure. dalam keseharian, rekan saya berwajah charming ini, memang seorang laki-laki yang idealis, teguh pendirian, dan and  so responsible with his duties, dia tidak pernah terlihat terburu-buru dalam mengerjakan hal apapun, namun juga tidak pernah lewat deadline yang telah ditetapkan. and so, his character  approaches his way in riding the motorcycle. 

Believe it or not??? 
that's up to you! friends! : )

Selasa, 21 Februari 2012

And The Reason Is You ...


Selain parfum, lagu atau music adalah sesuatu yang bisa mengingatkanku pada sebuah kenangan, pada sebuah ruang waktu yang telah berlalu namun pernah meninggalkan kesan yang begitu dalam di hati.seperti saat ini, saat aku tidak sengaja menemukan lagunya Hoobastank "the reason" dan memutarnya di MP3, seketika aku seperti berada dan kembali pada sebuah ruang dan waktu, musim hujan, tanah yang basah, gerimis yang terus mengguyur, kaca jendela yang berembun, dan... namamu yang terus berputar di benakku, di hatiku. 

Tentu saja kisahku tidak sama dengan seseorang yang diceritakan dalam lagu ini, seseorang yang harus meninggalkan kekasihnya karena ia telah menyakiti perasaannya. namun, saat sang vokalis sampai pada kalimat "and the reason is you ..." kata-kata itu seperti memantul jauh ke kedalaman hatiku. dan kau tahu? kamu adalah alasan mengapa aku merasa bahagia dan damai saat bersamamu. kamu adalah alasan mengapa aku merasa bahagia saat melihat sebuah senyum tersungging di bibirmu, dan ... kamu adalah alasan mengapa aku jatuh cinta.   


I'm not a perfect person
There's many things I wish I didn't do
But I continue learning
I never meant to do those things to you
And so I have to say before I go
That I just want you to know

I've found a reason for me
To change who I used to be
A reason to start over new
And the reason is you

I'm sorry that I hurt you
It's something I must live with everyday
And all the pain I put you through
I wish that I could take it all away
And be the one who catches all your tears
That's why I need you to hear

I've found a reason for me
To change who I used to be
A reason to start over new
And the reason is you

And the reason is you
And the reason is you
And the reason is you

I'm not a perfect person
I never meant to do those things to you
And so I have to say before I go
That I just want you to know

I've found a reason for me
To change who I used to be
A reason to start over new
And the reason is you

I've found a reason to show
A side of me you didn't know
A reason for all that I do
And the reason is you

Selasa, 14 Februari 2012



"Ku lihat akun Fbmu deactive"
 sapamu tiba-tiba

Aku sengaja mengacuhkanmu dan terus menekuri hp jadulku  mengetik sesuatu.

"Hmmm... coklat itu terlihat begitu lezat! kamu tahu dimana aku bisa membelinya?"

Aku masih mengacuhkan pertanyaanmu.

"Hei lihat! boneka Teddy Bear yang diberikan laki-laki itu pada pacarnya lucu sekali ya?"

Reflek aku menoleh ke arah sepasang remaja yang sedang duduk di bangku pojok sana. Kamu benar, boneka itu memang lucu dan imut sekali. "betapa beruntungnya gadis itu" bisikku dalam hati.

"Memang hari ini tanggal berapa?"
kau kembali melontarkan pertanyaan.

aku menyerah, dan menjawab kesal "lihat saja di kalender!" 

beberapa detik berlalu dan,
"Oh pantas saja, kenapa sejak tadi kuperhatikan, nona manis di depanku ini terlihat murung, sedih dan kecewa, ha...ha...ha...!ternyata... "

"ternyata apa? tanyaku garang
"ternyata ada yang lagi sedih karena belum mendapat hadiah special hari ini. hi...hi...hi..." jawabmu sambil tertawa. aku langsung berdiri saat itu juga dan melenggang pergi dengan gondok di hati. 

"Hei! masa gitu aja marah?? aku kan bercanda, kawan"

aku masih memasang wajah cemberut.

"ok...ok... please forgive me, if my joke hurts your heart!!!"kamu meminta maaf.

"aku tidak marah, aku hanya kesal padamu" jawabku. 

"Ok, Vin, aku tahu kamu sedang sensitive dengan hal-hal yang berbau perasaan, aku ngerti kamu sedang kecewa, kamu sedang galau, kamu sedang patah hati, aku ngerti ,Vin, ngerti banget. tapi, sampai kapan kamu akan terus seperti ini? terus menerus kecewa, terus menerus menutup dirimu dari kenyataan, dan...tentu saja menonaktifkan akunFBmu, " 

Aku terdiam, membeku. menekuri gerimis yang mulai jatuh dari langit. 

"Vin, coba kau lihat pohon mangga itu! perhatikan pucuk-pucuknya!"

aku menurut, menoleh dan memperhatikan pucuk-pucuk daun mangga itu.

"Seperti daun, ada masanya ketika ia harus menguning, kecoklatan, kemudian tertiup angin dan jatuh ke tanah, namun tangkai yang ditinggalkannya SELALU dan PASTI menumbuhkan kuncup baru yang lebih muda, lebih indah,  dan seperti itulah CINTA. ada masanya saat ia memang harus pergi meninngalkan hatimu, namun percayalah akan datang cinta lain yang lebih indah, lebih berwarna, lebih membuatmu bahagia, kau percaya padaku, Vin?"

aku mengganguk dan tersenyum lembutmu. 

Jumat, 03 Februari 2012

"Pengajian"

"Sudah berapa lama  kau tidak  menginjakkan kaki di pengajian?"

Kau tiba-tiba datang dan mengajukan pertanyaan bodoh seperti itu padaku. aku tersenyum geli, dan meneruskan kembali bacaan. 

"Hei, kok malah tersenyum? apanya yang lucu?" 

Kau sedikit tersinggung. Maka, dengan sangat terpaksa aku membuka mulutku, melipat halaman buku yang sedang aku baca dan menoleh padamu. 

"Memang tidak ada yang lucu, sobat,  tapi aku hanya merasa sedikit geli. untuk apa pula kau tanyakan pertanyaan seperti itu padaku, bukankah kau juga sudah tahu kalau aku tidak pernah lagi pergi ke pengajian sejak lulus SD? dan sekarang, aku bahkan sudah lulus kuliah, jadi hitung saja sendiri berapa lama aku tidak menginjakan kakiku di pengajian, lagipula bukankah pengajian itu hanya untuk anak-anak seusia SD, juga ibu-ibu  dan bapak-bapak yang sudah tua renta, bukan untuk seusiaku yang masih muda belia seperti ini, iya nggak?he...he... " 

"hmmm...  pantas saja!" jawabmu sambil mencibir. 

"Maksudmu pantas saja gimana?" tanyaku penasaran. 

"Pantas saja, jika saat ini tidak terhitung pasangan-pasangan muda seusiamu bahkan yang dibawah usiamu  "menikah dini" gara-gara "accident", belum yang melakukan aborsi, yang sekarat karena Narkoba   juga sudah bukan ratusan lagi jumlahnya,  dan terakhir  yang menjadikan tawuran, mabuk2kan, ngobat,  dan bunuh diri  sebagai  penyelesaian atas setiap permasalahan, bahkan sebagai lifestyle, sudah ribuan bahkan jutaan jumlahnya. bukankah mereka juga sama sepertimu? menganggap bahwa pengajian itu adalah tempat untuk anak-anak kecil yang masih ingusan dan orang-orang tua yang sudah bau tanah?" 

"hei...hei...kenapa pembicaraanmu jadi ngaco seperti ini, kawan? janganlah kau bawa-bawa masalahku yang tidak pernah lagi ke pengajian ini dengan berbagai kenakalan anak muda itu! aku tidak terima disamakan dengan mereka!" protesku dengan air muka merah padam. 

"baiklah-baiklah! aku minta maaf, aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan mereka, hanya saja ada sesuatu yang mengganjal di hatiku, dari banyaknya acara pengajian baik yang diadakan di  kampung  kita,  ataupun acara pengajian yang disiarkan oleh hampir stasiun TV setelah shubuh setiap harinya, hanya 1 : 1000 pengajian yang dihadiri oleh para remaja dan anak muda.bahkan, bisa dikatakan hampir tidak ada pengajian yang berbasis remaja  atau anak muda. dan aku berfikir, mungkin saja ini ada kaitannya dengan anggapan mereka seperti halnya anggapanmu bahwa pengajian itu hanya untuk orang-orang tua dan anak-anak kecil yang masih mengeja a ba ta tsa. menurutmu bagaimana, kawan?"

Aku terdiam tidak bisa menjawabnya, namun benakku membenarkan semua kata-katanya.

"Aha...! aku punya ide, bagaimana jika kau saja yang mengadakan pengajian khusus untuk remaja dan anak muda itu, kawan? bukankah kau ini lulusan pesantren? yah...sebagai permulaan kau bisa mencobanya dengan mengajak anak-anak muda dan remaja di sekitar sini. bagaimana? kau setuju dengan ide briliantku?" tanyamu berapi-api. 

Namun, tiba-tiba saja lidahku terasa kelu, Aku tidak bisa menjawab sepatah katapun. 
"ide kawanku ini memang sangat-sangat cemerlang, tapi entah kenapa "pengajian" seakan menjadi tempat yang sangat asing bagiku, jadi mana mungkin aku bisa membangun sebuah pengajian apalagi pengajian khusus remaja dan anak muda, lagipula, aku ini siapa? jangankan membentuk sebuah pengajian, sholat lima waktu saja aku masih malas-malasan." kataku pesimis.  

"aku tahu kau pesimis, kawan, namun aku akan berdoa agar Tuhan menggantikan rasa pesimismu itu dengan rasa optimis yang menyala-nyala" kau berkata dengan sangat bijak. 

Di luar jendela, gerimis masih turun dengan hikmat, aku mengamini doa kecilnya dalam hati.

Minggu, 22 Januari 2012

I Love the rain,
when it waters
the blossom of flower

in your eyes...

Saat Menjadi orang yang paling SOK-TAHU sedunia

Suatu siang yang panas, ada dua orang pembeli laki-laki yang datang ke warung, laki-laki yang satu yang terlihat lebih tua, memakai kemeja hitam yang bergaris-garis. sedangkan laki-laki yang satunya lagi terlihat lebih muda, sedikit lebih berisi dan memakai kemeja hijau lumut. sambil memilah-memilih kaset yang akan dibeli, laki-laki yang berkemeja hitam bertanya ini itu pada saya. menanyakan siapa saya? apa benar saya ini anaknya ibu saya? juga hal-hal yang seolah-olah ingin ia tunjukkan bahwa ia sudah mengenal jauh ibu saya, karena sering ngobrol setiap ia belanja ke warung kami. saya memang belum genap satu tahun tinggal menetap di kampung kelahiran saya ini, jadi saya juga tidak tahu siapa-siapa saja yang menjadi langganan ibu. maka saya  dengarkan saja semua pembicaraannya, dan hanya berbicara jika ia bertanya.

Ketika pulang ke rumah, saya menceritakan tentang pembeli tadi kepada ibu, dan saya cukup kaget saat ibu bilang bahwa ibu juga tidak tahu nama orang itu siapa, tidak tahu ia orang mana, namun ibu membenarkan bahwa  pembeli tersebut memang sering bertanya-tanya banyak hal pada ibu jika ia belanja ke warung. saya langsung bisa menarik kesimpulan bahwa pembeli yang tadi itu sudah SKSD sekali, Sok Kenal SOK Dekat sekali dengan ibu saya. dan saya tidak kuat untuk menahan tawa jika mengingatnya.

Namun, semalam, saya hampir tidak bisa tidur karena memikirkan suatu hal  yang  sama  dengan  yang laki-laki itu lakukan. dengan rasa PD yang overdosis, saya sudah SKSD  dengan seseorang,  merasa menjadi orang paling SOK TAHU dibanding siapapun, menjadi orang paling SOK mengenalnya lebih dari siapapun.  

And see... ternyata, oh...! saya tidak lebih bodoh dari seekor kakaktua yang berkicau seolah-olah ia burung paling tahu dan pintar di muka bumi ini, menyapa orang-orang yang lewat, namun kenyataannya ia tidak pernah tahu apa yang dikatakannya. menggelikan bukan?

Tapi, tentu saja burung kakaktua itu lebih baik dari saya, dengan ia berkata-kata menirukan  manusia, ataupun menjawab salam dan sapaan seseorang, ia telah membuat orang tersebut tersenyum geli, tertawa, ia telah menghiburnya. sedangkan saya??

Aih..., semua ini benar2 seperti sebuah parade kebodohan*. menggelikan, dan saya benar-benar ingin menertawakan diri saya sendiri.


Parade kebodohan, seperti yang dikatakan kang Fahd Djibran di blognya, bagi saya merupakan sebuah aksi dari KE-SOK-TAHUAN kita tentang sesuatu, merasa menjadi orang PALING TAHU, bahkan PALING BENAR dari siapapun di dunia ini. dan sayangnya, saya begitu sering terjebak dalam lingkar ini.


*istilah ini diambil dari catatannya Kang Fahd di blognya yang berjudul Parade Kebodohan.

"Dua Tembok Ratapan paling besar di dunia"


"Apakah yang paling membuatmu merasa lega dalam hidup yang ingar ini?"
kau bertanya dengan pelan, menyeruput kopi kesukaanmu dengan tenang. 
Ku jawab dengan mantap,
"Saat ada seseorang yang bersedia menjadi "tong sampah" atas segala keluh kesah dan ratapan hati kita".
kau tersenyum, 
"Jika tidak ada?"
"Maka hidup akan seperti berasa di neraka."
kau tertawa, terbahak, sampai tubuhmu terguncang-guncang.
"Ha...ha...ha...yang benar saja! memangnya kau pernah pergi ke neraka? lagipula, bukankah saat ini kita sudah tidak butuh lagi seseorang yang bersedia untuk menjadi "tong sampah" untuk keluh kesah kita?"
"Maksudmu?" aku mengernyitkan dahi, tidak paham. 
kau malah tersenyum, menyeruput kembali kopimu yang tadi sempat tertunda saat kau tertawa mendengar jawaban polosku. 
"Coba saja lihat akun Facebookmu, atau akun twittermu, apa saja yang sudah kau tumpahkan di sana? keluh kesah dan ratapan bukan?juga rasa kecewa, kesal, bahkan benci atas sesuatu, dan...hanya sedikit sekali tentang sesuatu yang mengungkapkan rasa syukur atau kebahagiaan," 
Aku hanya terdiam, mendengar semua ocehannya itu, ingin berteriak tidak terima, namun hati kecilku diam-diam membenarkan setiap baris kata-katanya. 
"Yups, Facebook dan Twitter, adalah dua tembok  ratapan paling besar di dunia saat ini,* jadi, untuk apa kita masih membutuhan "seseorang" yang bersedia menjadi "tong sampah" atas keluh kesah kita? karena saat ini, ketika kita merasa sedih, galau, kecewa, kesal, dan butuh untuk didengarkan, kita hanya tinggal buka akun FB atau Twitter kita, menuliskan status yang mewakili perasaan kita, entah itu sebuah umpatan, ratapan ataupun kegalauan, kemudian tinggal meng-klik publish, tak kurang dari 1 menit, "sampah-sampah" yang kita tumpahkan itu telah terbuang ke "tong sampah" yang bahkan tidak lagi berbentuk sebesar keranjang sampah, namun sudah membentuk "tembok besar" yang dapat dibaca oleh ribuan, jutaan bahkan milyaran manusia tanpa mengenal batasan waktu dan tempat. dan jika beruntung, dalam beberapa menit atau jam kemudian, beberapa orang temanmu atau kenalanmu akan memberikan komentar atau juga sedikit simpati, dan jika kau sedang tidak beruntung, maka statusmu itu benar2 akan menjadi sampah yang tidak berguna sama sekali. karena tidak dikomentari, atau tidak mendapat simpati dari siapapun. mengenaskan bukan?" 
aku sudah benar-benar kehilangan selera untuk menghabiskan sisa kopi moccaku yang baru tandas seperempat gelas, kulirik kembali status yang baru saja aku publish beberapa menit lalu, di akun FBku, sebuah puisi yang terdiri hanya dari empat baris, puisi tentang kegalauan hati, atau lebih tepatnya sebuah ratapan hati,
aih..., tiba-tiba saja aku jadi merasa menjadi seorang badut yang beratraksi di sebuah ruangan yang sunyi,
tak ada tepuk tangan, ataupun sorak sorai. dan semua ini benar2 menggelikan.
oh...tidak!bukan menggelikan, tapi mengenaskan.
ada getir yang terasa merembesi hati.

"Hei, kok malah melamun? tenang saja, aku akan selalu siap menjadi "tong sampahmu" kapanpun kau membutuhkan, gratis, dan semua sampahmu akan aku simpan dengan sangat rapih di sini, kau percaya?"
kau tersenyum dan menunjukkan jari-jari tangganmu ke sebelah kiri dadamu.

"Tentu saja, tidak ada yang lebih membahagiakan selain memiliki "tong sampah" yang bisa tersenyum dan tertawa sepertimu". jawabku bahagia. ^ _ ^


*thanks to Kang Fahd Djibran, atas quotenya di catatan "kecepatan", it's really inspires me to write this little note. : )


Sabtu, 21 Januari 2012

episode galau

what must i say?
when the fact
is really breaks my heart??



could you tell me???