Rabu, 25 Desember 2013

ENENG (SEBUAH CERPEN FULL DIALOG)


Bagi yang hobi membaca dan menulis pasti sudah tidak asing lagi dengan jenis tulisan yang bernama "CERPEN" alias cerita pendek atau dalam istilah bahasa inggrisnya, kita menyebut short story. tapi bukan berarti orang yang tidak hobi baca apalagi nulis akan menjawab tidak tahu atau menggelengkan kepala saat di tanya apa itu cerpen. 


Jenis tulisan yang termasuk prosa ini memang terbilang familiar, kita bisa dengan mudah menemukannya di koran-koran, di majalah-majalah, di internet, atau juga buletin mingguan, keringkasan cerita dari sebuah cerpen membuatnya menjadi pilihan alternatif bagi orang yang tidak suka membaca tulisan panjang seperti novel, juga menjadi pilihan yang pas bagi orang yang sedang belajar menulis. bahkan, Alice Munro, pemenang hadiah Nobel Sastra tahun 2013 ini, adalah seorang cerpenis, dan karya sastra yang mengantarkannya menjadi peraih Nobel adalah Kumcernya yang berjudul "Dear Life". menariknya, saat ia ditanya mengapa ia lebih memilih menulis cerpen daripada novel?  ia menjawab dengan rendah hati, "saya menulis cerpen sebagai bentuk latihan untuk menulis prosa yang lebih panjang atau novel"

Seiring berkembangnya dunia sastra dan dunia tulis menulis, kini kita bisa menemukan berbagai jenis cerpen ditulis dengan cara yang lebih unik, kreatif, dan imajinatif. kesan yang didapat saat setelah membacanya pun jadi lebih dalam. hal itu bisa disebabkan karena para penulis berlomba menyajikan  plot, konflik, tokoh dan perwatakan, dan unsur lainnya dengan cara yang unik dan kreatif. misalnya cerpen yang menggunakan benda-benda mati sebagai tokoh utamanya seperti sepatu, kursi, tempat pencil, karung,dan lain-lain, atau juga cerpen yang ditulis dengan menggunakan sudut pandang orang ke dua (kau, kamu). 

Dan kemarin, materi Kelas Menulis Rumah Dunia yang saya ikuti membahas tentang "Dialog memperkuat karakter atau penokohan"

Menurut Mas Gol A Gong, pemateri dan juga pendiri Rumah Dunia, Dialog yang kreatif, imajinatif, dapat memperkuat karakter atau penokohan dalam sebuah cerita. bahkan kita tidak perlu lagi menarasikan latar tempat dan waktu juga nama tokohnya dalam cerpen yang kita buat karena kita bisa dengan sekaligus memasukan latar waktu dan tempat ke dalam dialog tersebut, dan cara seperti itu bisa memberi kesan cerita kita lebih hidup dibandingkan dengan menarasikannya. maka beliau menyarankan, agar sering-sering latihan membuat dialog atau berdialog secara langsung dengan orang-orang yang punya kemiripan watak dengan tokoh yang akan kita masukan dalam cerita kita. karena beliaupun melakukan hal yang sama saat dulu menulis novel legendarisnya Balada Si Roy, ia seringkali mempraktikan dialog yang akan ditulisnya dengan ibunya.

terisnpirasi dari materi tersebut, saya mencoba googling contoh cerpen full dialog. dan menemukan hasil yang memuaskan, sebuah cerpen full dialog yang keren dan sempurna menurut saya berjudul "10 Menit" di blognya  http://www.kemudian.com/node/258047 yang langsung saya copas untuk dipelajari. maka ini lah cerpen full dialog saya yang pertama, yang terisnpirasi dari sebuah percakapan dengan seorang ibu2 di terminal saat menunggu angkot. 

Selamat Membaca!

 ENENG

Oh, kamu sudah datang. Maaf membuatmu menunggu. Tadi kewarung sebentar buat beli susu.
Tidak apa-apa. Baru juga lima belas menitan.
Sudah lama di kampung?
Belum.
Dari kapan?
Baru juga dua hari, dan langsung ke sini. Habisnya aku sudah tidak sabar ingin bertemu.
Ribet amat kata-katamu. Bilang saja kangen.
Ya kamu benar. Aku memang kangen.
Oh ya, mau minum apa?
Tidak usah repot-repot. Aku tidak akan lama.
Lho? Bukannya tadi kamu bilang kamu kangen? Kenapa Cuma sebentar?
Karena aku …
Karena apa?
Tidak apa-apa. Oh iya, aku bawakan ini.
Apa ini?
Baju dan Sepatu.
Boleh aku buka?
Silahkan.
Cantik sekali. Pasti mahal sekali harganya.
Tentu saja. Kalau beli di sini bisa lima ratus ribuan bahkanlebih.
memang kamu beli  diMalaysia?
Iya. Semoga tidak mengecewakan.
Apanya?
mmm…maksudku semoga baju dan sepatunya cocok dan pas.
Tapi… sepertinya kekecilan.
Masa? Aku sudah mengukurnya.
Menggukur dengan apa? Dengan boneka?
Bukan.
Lalu dengan apa?
Dengan anak majikanku.
Gila??
Itu karena aku sudah sangat-sangat rindu.
Omong kosong!
Kamu tidak percaya?
Tidak sama sekali.
Baiklah. Aku memang egois, jahat, kejam. Tapi aku juga masihseorang perempuan, masih seorang …
Cukup. Tidak usah berbusa-busa merajuk. Apa maksudmu datangke rumahku? Hanya ingin bertemu sebentar, melepas rindu dan pulang kembali,bukan?
Bukan.
Lalu untuk apa? Untuk memamerkan bahwa kau lebih mampu membahagiakannyadaripada aku?
Mungkin.
Sialan. Cepat katakan!
Aku ingin membawanya pulang dan membesarkannya bersamaku.
APA???
........................
………………………
Bukankah aku juga punya hak?
Benar. Bahkan di mata hukum kamu lebih berhak daripada aku.
Lalu apa lagi? Segera berikan dia padaku.
Kamu memaksa?
Bukankah aku punya hak untuk memaksa?
Apakah rasa malumu sudah hilang?
Untuk alasan apa aku harus malu?
Kau … kau sungguh tidak tahu terimakasih.
Berterimakasih untuk apa?
Bukankah kau merasa bahagia untuk itu? Anggap saja aku telahmeminjamkannya dan sekarang aku ingin menagihnya kembali. Bukankah itu wajar?
Kalau aku tidak mau?
Aku akan merebutnya dengan cara yang tidak patut.
………………….
Kamu akan menculiknya?
Hei, yang benar saja! Tidak ada ceritanya seekor harimaumenculik anak nya sendiri. Lagipula siapa kamu melarangku membawanya?
Aku Ibunya. Yang telah merawatnya dengan kasih dan cintaselama lima tahun.
Ha…ha…ha… apakah kamu hilang ingatan?  Aku yang telah mengandungnya selama Sembilanbulan kemudian  melahirkannya dengantaruhan nyawaku.
Dan kemudian membuangnya, menyia-nyiakannya bahkan saat ia masih berkulit merah?
Itu hanya ada dalam pikiranmu.
Lalu kenapa waktu itu kau tetap pergi? Bertahun-tahun, tanpakabar, dan sekarang seenak perutmu kau memintanya dariku??
 Cukup. Dasar perempuanmalang. Seharusnya kau berterima kasih, karena anak perempuan yang lahir darirahimkulah suamimu yang juga malang itu tidak meninggalkanmu.  Dan satu lagi, kalau bukan karena aku  nekad mengadu nasib ke negeri sebrang, hidupmupasti sudah sangat sepi. Bukankah rahimmu itu bermasalah karena hanya bisa melahirkanbayi laki-laki?
Apa kau bilang? Dasar perempuan tidak tahu diri. Akumenyesal kenapa dulu aku izinkan suamiku menikahimu. Silahkan angkat kaki darirumahku! Dan bawa sekalian baju dan sepatu ini! sejengkalpun aku tidak akansudi memakaikannya pada Eneng.
Dan kau perempuan tidak tahu diuntung! Sampai dunia kiamatEneng adalah anakku yang paling sah. Aku akan kembali untuk mengambilnya….!!!
Dia akan memilihku!
Jangan mimpi! Aku ibunya!
Bukan, kau hanya perempuan yg  kebetulan  melahirkannya!
Dasar kau Tua Keriput!
………………….
………………….
#@%%@*$@%@
#@%@*@%%%@




Eka Nurul Hayat                                                                                                                                    
Sajira, 24 Desember 2013        


picture is taken from here http://lakonhidup.wordpress.com/2012/11/11/perempuan-padi/perempuan-padi-ilustrasi-budiono/

Kamis, 07 November 2013

KE-13


Apa kabar Banten?
ah, membacamu hari-hari terakhir ini di media, sungguh membuat hati ngilu. justru di saat kau menginjak usia yang ke-13 sebagai provinsi, berbagai media masa dari mulai media cetak, TV, bahkan online, menyoroti setiap jengkal wajahmu yang kusut dan berdebu. 

selamat ulang tahun Banten, kali ini, aku ingin menghadiahimu 3 buah puisi amatir, semoga Tuhan memberikanmu pemimpin yang amanah di tahun2 mendatang. amin.

(1)

KE -13

Biar kami tiup
Lilinmu yang ke-13
Ssambil merapal
Doa-doa sederhana
Lewat teriakan mahasiswa
Di jalan dan gedung KPK
Kemudian,
Izinkan kami memotong
Tartmu yang ke - 13
Dengan pisau media
Untuk kami bagikan 
Pada rakyatmu 
Yang tak mampu membaca
Pekatnya peta hitam politika 
(2)

DI ATAS GERBONG RANGKAS JAYA

Dari balik kaca jendela
Pohon-pohon berkejaran
Dengan rumah-rumah 
Dan tiang - tiang listrik
Tapi aku tak melihat langit
Tersapu biru
Tak juga kudengar
Senda gurau
Pengasong minuman
Dan nyanyian sumbang
Pengamen jalanan
Juga
Teriakan parau para penjaja buah
Hanya penumpang berdasi 
Dan wangi
Yang duduk adi bangku-bangku kosong
Tanpa senyum
Tanpa sapa
Seperti patung 
Namun mereka bernyawa
Aku meraba dingin dinding bajamu
Wajahmu pucat
Tanpa gairah
Tanpa canda tawa
Seperti mayat
Namun engkau masih bergerak
Membelah rel 
Dari Rangkas sampai Jakarta
  
(3)
KECUALI MULTATULI


Kecuali Multatuli,

Siapakah yang peduli?

Pada tetes keringat petanimu

Pada lalat yang mengerubungi 

Buncit perut anak-anakmu

Pada tangan renta

Yang mengais sampah

Didepan istana megahmu

Kecuali Multatuli,

Siapakah yang peduli?

Pada mata jalang

Yang mengiba koin

Di atas gerbong tua

Keretamu

Pada tukang becak

Di depan Vihara

Dan
Pada pengasong nasi timbel

Di peron stasiun

Kecuali Multatuli,

Siapakah yang peduli?

*dua dari tiga puisi itu (Ke-13 & Kecuali Multatuli) alhamdulillah lolos seleksi panitia kurasi Kegiatan Rumah Budaya Nusantara yang diselenggarakan di Rumah Dunia dan ikut dibukukan dalam antologi puisi Tanah Air Debus yang terbitkan oleh Gong Publishing 

Senin, 09 September 2013

siapa bilang jadi guru itu mudah?


siapa bilang jadi guru itu mudah?

Jika ada yang bilang "ngapain jadi guru? gajinya kecil, apalagi guru honorer di sekolah swasta di daerah yang gajinya di tanggung oleh BOS doang yang keluarnya tiga bulan sekali bahkan enam bulan sekali untuk sekolah-sekolah di bawah naungan Kemenag."

jawabnya simpel, karena jadi guru itu sungguh pekerjaan mulia, teman, istimewa, dan tentu saja tidak mudah. 

jika ada yang menyanggah, "apa bener alasannya seklise itu? ingin menjadi pahlawan tanpa tanda jasakah di era matrealistis seperi sekarang ini?"

jawabnya tergantung, kawan, tergantung seberapa besar idealismemu untuk menjadi guru, profesi garda depan, ujung tombak pendidik penerus generasi bangsa. apakah idealismemu hanya seujng kuku, yang cuma ingin nampang doang di sekolah, tercatat di database PTK, memiliki NUPTK, dan berharap banyak pada pemerintah tahun-tahun depan kau di angkat menjadi PNS, ataukah idealismemu sebanyak darah yang mengalir di tubuhmu? atau sebanyak tarikan nafasmu, yang sudah menyatu lekat dalam jiwa raga, bahkan jika dunia ini hampir kiamat dan ibu-ibu muda sudah malas untuk melahirkan anak, kau masih akan tetap menjadi guru dengan semangat menggebu?

terlepas dari itu semua, kawan, percayalah padaku, bahwa sungguh, menjadi guru itu tidak mudah, mendidik dan mengajari anak-anak manusia yang memiliki  akal, hati, dan perasaan, juga keinginan yang berubah-berubah, serta latar belakang keluarga, ekonomi, dan sosial yang berbeda-beda. 

misalnya hari ini, si A bersemangat sekali belajar, selalu mengacungkan tangan setiap guru memberi pertanyaan, mendengarkan dengan baik setiap penjelasan, tidak bercakap dengan teman apalagi bercanda, belum tentu besok lusa ia memiliki semangat yang sama, sebagaimana halnya sebah benda hidup, yang selalu memiliki dinamika, apalagi benda hidup ini dibekali oleh perasaan, akal, dan jiwa, jadi jangan pernah mengganggap menjadi guru itu mudah, kawan!

maka, siapa saja yang menganggap bahwa menjadi guru itu mudah, di gaji kecilpun tidak apa-apa, apalagi yang protes habis-habisan saat profesi guru mendapat sedikit angin segar, mendapat tunjangan sertifikasi, tunjangan fungsional, tunjangan, akademi, dan lain-lain, bahkan bagi para pejabat yang sengaja menunda turunnya Dana Bos, menyulitkan proses pencairan tunjangan, malas mengurusi pengajuan NUPTK guru honorer baru, percayalah, Pak, Bu, menjadi guru itu sungguh tidak mudah.


Gambar diambil dari sini www.fotografer.net


Rabu, 14 Agustus 2013

KUE SUPERMARKET VS KUE KARUHUN




saat semuanya sudah serba canggih, praktis, mudah, dan instan, tetap saja selalu ada ruang special untuk hal-hal yang dibuat dengan kesungguhan, cinta, dan proses yang panjang. ~ Etha

Lebaran selalu saja menjadi momen yang special, entah oleh takbir yang dikumandangkan di masjid-masjid, baju dan sepasang sepatu baru, petasan dan kembang api, ketupat sayur dan uli (gemblong), kumpul bersama sanak family, juga dengan kue karuhun yang dibuat special oleh ibu, nenek, atau bibi.

Saya menyebutnya kue karuhun, bagi yang bukan orang sunda, karuhun berarti nenek moyang, jadi, kue karuhun berarti kue warisan nenek moyang, lebih singkatnya kue tradisional khas daerah masing-masing, seperti di kampung saya ada yang disebut kue cingcin yang di buat dari tepung beras, digoreng, berwarna coklat dan bentuknya yang seperti cincin atau donat, atau kue gipang yang bentuknya jajar genjang, rasanya manis, dan dibuat dari beras, atau juga kue aci, wajik, rangginang, ranggining, rampeyek sampai kembang goyang.

Lalu apa hubungannya dengan kue supermarket?

Baiklah, sebelum saya membahas lebih jauh tentang kue supermarket vs kue karuhun ini, ada baiknya saya kategorikan dulu jenis kue supermarket itu apa saja.

Dari nama nya saja, kue supermarket, pastilah berbagai jenis kue yang dijual atau di beli di supermarket, paling tidak di minimarket-minimarket yang kini yang sudah menjamur dan masuk ke desa-desa seperti halnya alfamart dan indomart. Contohnya seperti tanggo, nissin, butter cookis, khongguan, dan sederet merk terkenal lainnya.

Karena di jualnya di supermarket atau mini market, sudah barang tentu dibuatnya juga di pabrik, oleh orang – orang yang entah siapalah itu, kemudian di kemas dalam kaleng-kaleng yang menarik, diiklankan di TV, agar diserbu oleh para pembeli. Hanya tinggal merogoh kocek dan membayarnya di kasir, kita sudah bisa mendapatkan dan menikmati kue-kue tersebut dalam waktu tidak lebih dari lima menit, tanpa harus berkeringat, berkotor ria dengan tepung, juga tanpa melewatkan sinetron ramadhan kesukaan kita ataupun jauh-jauh dari Hp kesayangan buat up date status di FB atau BBM-an.

Sedangkan kue karuhun? Aduhai, kebalikan dari kue supermarket tadi, jangan ditanya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuatnya, sudah pasti gak bakal sempet up date status di Fb atau BBM-an dengan teman, belum keringat dan baju yang kotor oleh tepung, dan tentu saja dana yang justru lebih extra untuk membeli bahan-bahannya di zaman BBM naik ini.

Tapi, teman, tentu saja selalu ada ruang special untuk hal-hal yang dibuat dengan kesungguhan, cinta, dan proses yang panjang. Bukankah baju dari kain sutra dan batik tulis lebih special dan mahal harganya dibanding baju yang made in pabrik? Atau barang-barang handmade lain yang unik seperti tas rajut, sepatu, dan lain sebagainya, selalu special dan di jual di tempat-tempat yang juga special?

Maka, kue karuhunpun tentu saja memiliki ruang yang special, ruang yang khusus di hati kita. Tidak percaya? Coba saja survey, Tanya ke teman-teman, sahabat, atau kenalan kita, kue lebaran apa yang paling ingin mereka nikmati pas kumpul dengan keluarga? Saya percaya kue karuhun atau kue tradisional pasti disebutkan dalam daftar tersebut.

Di sisi lain, sadar atau tidak sadar, selalu saja ada keinginan membandingkan dan penasaran ingin mencicipi rasa kue karuhun yang sama di rumah teman atau tetangga kita dengan kue karuhun yang dibuat oleh ibu kita di rumah bukan? Dan hal tersebut tentu tidak berlaku pada kue-kue minimarket yang sudah pasti punya rasa yang sama jika masih satu merk walaupun di meja ruang tamu kita dan tetangga kita ada. Karena tidak lucu saja rasanya, jika kita merasa penasaran ingin mencicipi banget bagaimana rasanya wafer tanggo di rumah teman, padahal di rumah kita juga ada.

Satu hal yang harus disyukuri, bahwa walau sederas apapun kue-kue modern menggoda ibu-ibu kita, lewat iklan di TV atau minimarket yang Cuma beberapa langkah dari rumah, ibu-ibu kita, nenek-nenek kita, masih tetap menjaga warisan kuliner kue hari raya, dengan tetap membuatnya dengan penuh cinta dan kesungguhan, mengemasnya dalam kaleng-kaleng bekas wafer bermerk, menghidangkannya di meja ruang tamu, dan tentu saja membuat kita “tertipu” untuk kemudian terseyum geli saat kita membuka kaleng wafer Tanggo atau khongguan dengan bersemangat tapi yang kita lihat di dalamnya malah kue karuhun yang sudah kita anggap tidak up to date. Tapi justru disitulah satu lagi letak spesialnya bukan?

So, mari lestarikan kue karuhun kita, agar anak cucu kita nanti selalu punya ruang yang special di hatinya saat hari raya, merindui kue karuhun special buatan tangan ibu atau neneknya. : )







#tulisan ini terisnpirasi dari sebuah sms pagi hari dari seseorang yang berbunyi “dihimbau untuk tetap hati-hati, pasca lebaran nie banyak makanan-makanan palsu, dan itu sudah saya alamilangsung kejadiannya, kebanyakan makanan palsu tersebut bermerk Khongguan, Tanggo, Nissin, jenis makanannya wafer ternyata isi di dalamnya rangginang, teng2, rampeyek, kembang goyang, dan yang paling hebat lagi isinya kue cingcin.” 

picture is by edeendangwahyuni 

TUA




TUA

Aku terkenang nenek dari bapak  yang sudah meninggal sepuluh tahun lalu. Rambutnya yang memutih sempurna, wangi tubuhnya yang apek , kulitnya yang keriput, dan tentu saja gigi-giginya yang ompong dan hitam.

Kecantikan fisik masa muda, raib sudah dimakan waktu, namun kebaikan hatinya, semangat hidupnya, perhatian-perhatiannya padaku sebagai cucunya, selalu saja membuatku rindu. 

TUA

Aku menyesal saat membaca sebuah mitos tentang mata air abadi. Konon, orang yang dapat menemukannya, kemudian meminumnya atau menggunakannya, dijamin akan awet muda dan berumur panjang. Maka ratusan bahkan ribuan orang berlomba mencari keberadaan mata air abadi itu, menjelajah setiap gunung, hutan di segala penjuru dunia dengan mengorbankan apa saja yang dimilikinya. Hei, siapa yang tidak silau akan mata air itu, bahkan segunung emas pun jika memilikinya, akan rela dijual demi setetes mata air awet muda tersebut. Alasannya  sangat klasik, semua orang tidak mau tua dan cepat-cepat bau tanah.

TUA

Aku membuka lembaran album foto keluarga, memandangi foto-foto Polaroid hitam putih, seorang balita nyaris tanpa sehelai rambutpun di kepalanya, pipi tirus yang tidak menggemaskan, tersenyum ragu-ragu dalam dekapan seorang laki-laki muda yang juga kurus dan berambut  gondrong dengan kemeja lusuh  yang kebesaran.
Aku tersenyum, kemudian beranjak pada foto berikutnya, foto berwarna di sebuah studio, ada aku yang sudah berkerudung, masih tetap kurus  dengan lengan kanan tersampir di bahu adikku yang duduk di kursi plastic studio.
Aku kembali tersenyum, dan beranjak pada foto keluarga, ada aku yang mengenakan toga di apit oleh ibu, dua adikku, dan bapak yang sudah gemuk dan terlihat mapan. Semuanya tersenyum bahagia saat sinar blitz kamera menerpa wajah kami.

TUA

Dengan semangat sekali aku menawarkan produk kecantikan Anti Aging pada ibu, entah kenapa akhir-akhir ini ibu selalu kurang PD dengan bintik hitam yang menghiasi pelipisnya. Bisa jadi karena Termakan iklan di TV yang menawarkan cream anti-aging yang ‘katanya’ bisa membuat wajah seorang wanita berumur 4o tahun-an terlihat seperti 20 tahun-an. Iklan yang sangat profokatif dan tepat sasaran. Namun tetap saja, iklan tetaplah sebuah iklan.


TUA

Aku selalu  merasa takjub, buntu, dan aneh jika masuk ke dalam kata itu. rambut putih dan kulit keriput nenek , Mitos mata air abadi, , sampai  cream anti aging yang mewartakan bahwa Ke-Tua-an dapat ditangkal dengan hanya mengeluarkan kocek kurang dari seratus ribu.

Namun, tetap saja, sehebat apapun iklan cream anti aging itu, ke-tua-an tetap saja  datang menghampiri kita, lewat lembaran foto yang membekukan waktu, kita bisa melihat bahwa ke-tua-an secara absolut selalu hadir dalam jejak-jejak langkah dan bayang-bayang kita.

TUA

Hei, siapa yang tidak ingin selalu muda, kalau bisa bahkan kita ingin hidup seribu tahun lagi.

TUA

Seperti penyakit  berbahaya  yang ditakuti, namun kita selalu lupa, bahwa ternyata Tuhan memiliki kuasa untuk   tidak selalu  menjadikan semua orang  menjadi  tua, bukan? dengan cara memotong jatah umur  justru di saat kita masih muda

TUA
apakah kita akan bertemu dan menjadi teman? Seperti  angin dan awan hitam sesaat sebelum turun hujan.


picture is from here: www.30menit.com