Sabtu, 17 Maret 2012

What "Jodoh" Means?


"kamu percaya dengan ungkapan perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik?" tanyaku di suatu pagi yang mendung. 

"kenapa kau bertanya seperti itu?" kau malah balik bertanya.

"yang aku baca dalam Al-qur'an seperti itu bunyinya, dan beberapa waktu yang lalu, seorang motivator berkelas nasional menuliskan hal yang sama di halaman FBnya," jawabku.

"kemudian, beberapa orang teman yang kukenal sangat baik menikah dengan seseorang yang baik pula, dan kemarin...seseorang yang pernah "dekat" denganku akhirnya ditakdirkan oleh Tuhan menikah dengan orang lain yang jauh lebih baik dariku," aku melanjutkan.

"kau sedih tidak berjodoh dengannya, Lila?" tanyamu menohokku.

beberapa detik, aku terdiam tidak menjawab.  menarik nafas panjang,

"aku sudah melewati masa sedih itu jauh sebelum aku mendengar kabar dia telah menikah, namun, satu hal yang aku ingin tanyakan pada Tuhan,"

"tentang apa?" tanyamu.

"masihkah ada seseorang yang baik disana? yang akan Ia berikan untukku?"

"tentu saja banyak, bahkan tak terbilang, tapi, yang perlu kau ketahui, dari sekian banyak yang baik itu, tidak semuanya baik untukmu, Lil,"

"maksudmu?" tanyaku dengan mata membulat.

"kau pernah makan di restoran Jepang?"

"iya" jawabku.

"di sana banyak menu yang kelihatannya enak dilidah, kan? tapi tentu saja, tidak semua yang terlihat oleh mata kita itu enak, akan enak pula saat sampai di lidah, dan akan cocok pula saat sampai di perut kita, tidak," katamu.

"tentu saja, kawan, kita kan orang indonesia, lidah kita tidak cocok untuk makanan mereka. lalu apa hubungannya jodoh dengan makanan?"

"kau pikirkan sendirilah apa hubungannya!" jawabmu sambil melenggang pergi.

"kurang asam, hei tunggu!"

kau menoleh. dan aku berlari kecil ke arahmu.

"aku percaya Tuhan yang Maha Pengasih akan memberikan seseorang yang menurutNya baik untukku," aku tersenyum dan kau mengacak rambutku,

"gitu dong! ngapain juga sekolah tinggi-tinggi kalau yang kayak gitu aja gak bisa nalar!"

"Dan satu lagi, menurut yang aku baca di FB ada yang bilang jodoh itu seperti pagi, yang tidak bisa diburu-buru kedatangannya atau juga di tolak kehadirannya, jadi, tidak usah pusing atau berkecil hati,  walaupun teman-teman dan sahabat-sahabatmu sudah banyak yang menyebar undangan pernikahan, itu berarti mereka sudah sampai pada waktu "paginya" sedangkan kau masih harus menunggu malam habis dan fajar merekah di langit, tentu saja bersama jutaan bintang yang selalu siap menemani, salah satunya ya ....aku ini, he..." 

"uwek...uwek...ingin muntah aku mendengarnya," 
"but, anyway, thanks so much for being one of the star who accompany my night" kataku sambil menjawil rambutmu.

Jumat, 16 Maret 2012

Birthday Party? What's Up?


Saat orang tua saya masih kecil dulu, tradisi pesta ulang tahun atau syukuran hari lahir belumlah menjadi tren di kampung kami (ya iyalah, tahun 70an gitu lho!he...) sampai saat saya berumur 6 atau 7 tahunan, salah satu anak kiai di kampung kami yang tinggal di kota besar membawa "tradisi orang kota" itu, mengulangtahunkan anaknya yang pertama dengan sebuah pesta yang cukup meriah dan membuat kami rang-orang kampung berdecak kagum melihatnya. dari situ, pelan tapi pasti, entah kenapa, keluarga-keluarga besar yang justru menyandang predikat sebagai keluarga kiai atau guru ngaji, mulai mengulangtahunkan anak-anak mereka. walaupun perayaan ulang tahun tersebut diberi nama acara syukuran hari lahir agar terdengar lebih islami, kemudian membaca surat alfatihah dan surat-surat pendek sebelum menyanyikan lagu happy birthday, namun tetap saja pada kenyataannya, bagi saya acara tersebut tidak bisa diislamisasi.

Jadi ceritanya, Beberapa bulan yang lalu, Adik saya yang nomor 3 mendapat sebuah undangan syukuran satu tahun atau istilah kerennya ulang tahun anak tetangga kami yang juga teman sepermainan saya waktu kecil. kemudian dua minggu yang lalu, adik saya nomor 4 (si bungsu Najmi) juga mendapat undangan syukuran dua tahun anak tetangga kami yang juga kakak kelas saya waktu SD, dan kebetulan sang ibu yang anaknya  berultah yang kedua itu adalah keponakannya teman sepermainan saya yang mengundang Opa beberapa bulan lalu. 

Lalu kemarin lusa, adik saya nomor 4, kembali mendapat undangan syukuran atau ultah dari anak tetangga kami yang rumahnya tepat depan rumah,  kebetulan pula ibu anak yang akan berultah yang ke -1 itu adalah kakak iparnya teman sepermainan saya waktu kecil. jadi, kalau diitung-itung, dalam kurun waktu tidak sampai enam bulan, kedua adik kecil saya telah diundang tiga kali ke acara ulang tahun oleh keluarga besar yang menjadi tetangga kami itu.

Hal itu bisa saja disebabkan oleh sebuah kebetulan bahwa ketiga anak-anak kecil yang diulangtahunkan oleh ibu-ibunya itu lahir dengan jarak waktu atau tanggal yang berdekatan.,  atau bisa juga oleh sebuah enigma baru tentang budaya perayaan ulang tahun yang semakin diterima oleh masyarakat kampung saya, entahlah, namun terlepas dari apapun alasan yang berdiri di belakangnya, ternyata dalam satu dekade ini, masyarakat kampung saya terutama yang merupakan keluarga besar, terpandang dan terhormat statusnya, mulai membudayakan syukuran hari lahir anak-anak mereka atau bahasa gaulnya islamic birthday party, entah itu untuk alasan menaikan gengsi dan citra keluarga, ataupun memang benar-benar sebagai bentuk rasa syukur atas limpahan kasih yang Tuhan curahkan pada anak-anak mereka. saya tidak tahu. namun, samar-samar saya ingat, saat bapak belum membangun rumah tempat tinggal keluarga kami, dan kami masih tinggal menumpang di rumah nenek, saya tidak ingat saya berumur berapa saat itu, mungkin sekitar 6 atau 7 tahunnan, saya mendapat undangan perayaan ulang tahun untuk yang pertama kalinya dalam hidup saya, juga untuk yang pertama kalinya di kampung kami yang masih udik kala itu. dan kau tahu kawan, apa yang saya rasakan saat itu?

Satu hari sebelum pesta ulang tahun itu, saya sudah merasa dag-dig-dug tidak karuan, seakan-akan sayalah yang besok akan berulang tahun, perasaan antara cemas, penasaran, bahagia, dan bingung harus membawa kado apa dan memakai baju apa bercampur aduk dalam hati saya yang masih polos. kemudian, saat pesta ulang tahun itu tiba, saya dan beberapa teman yang diundang, mandi satu jam lebih lebih awal dari biasanya,  tentu saja karena kami takut terlambat datang ke perayaan itu, maka dengan semangat yang menggebu-gebu kami pergi ke sungai jam setengah tiga sore, saat matahari masih bertengger panas menyinari sungai yang menghijau dan tenang.

pukul setengah empat sore, saya dan teman-teman sudah berada di tempat pesta ulang tahun itu, jujur saja sebenarnya saya sendiri juga tidak tahu bahkan tidak mengenal anak yang akan berulang tahun sore itu, saya juga tidak mengenal ibunya apalagi bapaknya, tapi saya tidak peduli, yang terpenting saya sudah mendapatkan undangan, saya sudah mandi dan berpakaian cukup rapih, dan yang terpenting saya sudah membawa kado, saat itu saya tidak tahu bahkan tidak menyadari bahwa ternyata tidak semua anak-anak kecil di kampung kami mendapatkan undangan istimewa itu dan berkesempatan menyanyikan lagu happy birthday kemudian pulang membawa kantong plastik cantik dan berkilau-kilau dengan berbagai macam kue dan snack yang menggiurkan lidah kecil kami.

Namun, saat ini, saat saya sudah mencapai kepala dua dan tidak pernah sekalipun diulangtahunkan oleh orang tua saya (he....), saat giliran adik-adik saya yang mendapatkan undangan ulang tahun itu,  saya baru menyadari beberapa hal, bahwa seberapa islamipun acara ulang tahun itu di modifikasi dengan membaca alfatihah, dan surat-surta pendek, dengan kartu undangan yang berjudul syukuran dan bukan pesta ulang tahun, tetap saja tidak mengurangi kemeriahan sebuah pesta ulang tahun ala orang-orang kota, juga tentu saja seberapa meriahpun acara ulang thaun itu digelar, tetap saja tidak menjadi penentu anak yang dilulangtahunkan itu akan sukses dunia akhirat, bahkan, justru dengan adanya acara ulang tahun tersebut akan tumbuh semacam kesenjangan sosila antara anak-anak dan keluarga yang mampu berulang tahun dengan anak-anak dan keluarga yang tidak mampu berulang tahun.

Selain itu, anak-anak yang kebetulan tidak termasuk dalam daftar tamu yang diundang, otomatis dia akan bersedih hati, terutama karena mereka tidak bisa mendapatkan tas cantik berisi snack dan minuman. hal ini seperti apa yang menimpa sepupu saya kemarin, dia tidak termasuk daftar tamu undangan karena mungkin rumahnya jauh, dan awalnya ia hanya menonton dari luar bersama teman-temannya yang juga tidak mendapat undangan, namun saat ia melihat ibu saya yang menggendong adik saya datang ke pesta ulang tahun tersebut, ia langsung pulang dan menangis pada ibunya, dan memaksa ingin diantar ke pesta ulang tahun tersebut, namun sang ibu yang merupakan bibi saya keukeuh tidak mau.  what an unlucky little girl, right?

Tapi, terlepas dari dampak negatif yang ditimbulkannya, perayaan ulang tahun sebenarnya punya banyak dampak positif di sisi yang lain. adik saya pernah bercerita, bahwasannya keluarga sahabatnya di Pondok memiliki tradisi mengulangtahunkan anak-anaknya saat mereka berumur 10 tahun atau saat mereka duduk di bangku kelas 4 SD dan itupun hanya sekali seumur hidup. menurut sahabatnya itu, saat ia melihat kakaknya dulangtahunkan pada umur 10 tahun, ia yang masih kecil tidak sabaran ingin cepat-cepat berumur 10 tahun dan diulangtahunkan, maka dalam proses mununggu waktu ulang tahun ke 10 itu tiba, ia pelan-pelan belajar bersikap dewasa dan tidak manja lagi. 

Bagi saya, tradisi keluarga sahabat adik saya ini, lebih  memiliki dampak positif  daripada tradisi ulang tahun yang setiap tahun dilakukan. pertama, tradisi pesta ulang tahun yang setiap tahun dilakukan, akan menanamkan sikap manja pada anak, sedangkan jika hanya satu kali saat mereka berusia di ambang masa atau saat masa remaja, itu akan semakin mematangkan proses pendewasaan mereka. walaupun tentu saja perayaan ulang tahun bukanlah sebuah jaminan seorang anak akan tumbuh lebih dewasa. namun satu hal, apapun alasan di belakangnya, apapun dampak positif dan negatifnya sebuah perayaan ulang tahun, baik itu yang islami atau yang pure sebuah party, atau juga yang hanya berupa acara traktiran minum es cendol,  yang terpenting adalah tradisi berbaginya yang tidak boleh dilewatkan, berbagi apa? tentu saja berbagi kebahagiaan dan cinta bersama keluarga, sahabat, dan teman-teman yang kita cintai. seperti yang rutin dilakukan oleh sahabat saya saat ia berulang tahun, ayahnya selalu mengadakan acara sawer uang pada tetangga-tetangganya disekitar rumahnya, and it really so fun.  anda setuju???

Minggu, 11 Maret 2012

Menulis

"kamu masih suka nulis, Ka?" tanya seorang teman ngajar waktu di TPQ lewat sms. 
"alhamdulillah masih, ka" jawabku. kebetulan dia memang beberapa semester di atasku. maka aku memanggilnya kakak. 


"Neng Eka, masih suka nulis nggak?" tanya uztadzahku saat aku bersilaturahim ke rumahnya yang mungil di pondok.
"masih ustazah" jawabku malu-malu. "tapi, nulis untuk sendiri aja" tambahku. 


"Gimana Eka, masih suka nulis sampe sekarang?" tanya seorang ustad saat aku berkunjung ke rumahnya beberapa minggu yang lalu. 
"itu, temen seangkatan kamu si ... udah nerbitin buku ya?" tambahnya lagi.
"oh iya, Tad, " hanya itu yang bisa aku jawab.


Dan beberapa hari yang lalu, saat aku chatingan dengan teman kuliah ia bertanya hal yang sama,
"....tapi masih suka nulis kan?"tanyanya di tengah-tengah obrolan kami. 
 aku menjawab, "masih donk, apalagi nulis diary"

"kau lihat? hampir semua orang yang pernah mengenalku, bertanya seperti itu saat kami bertemu kembali, dan kau juga lihat? jawabanku untuk pertanyaan-pertanyaan yang seragam itu adalah jawaban-jawaban yang klise, ngeles, dan sedikit tidak PD"

"tapi setidaknya, mereka tahu kalau kamu PERNAH punya bakat menulis" jawabmu sambil tersenyum.

"PERNAH???KATAMU?"  aku menimpali.

"IYA" jawabmu singkat.

"ya kau benar, kawan, aku memang PERNAH punya bakat menulis, aku PERNAH menjuarai berbagai lomba kepenulisan, aku juga PERNAH menjadi anggota salah satu organisasi kepenulisan, dan aku juga PERNAH bermimpi untuk jadi seorang penulis perempuan hebat seperti idolaku, ya..AKU MEMANG PERNAH"

"dan sekarang TIDAK LAGI" sambungmu tajam dan menohokku dengan sangat dalam.

aku terdiam dan perlahan mengangguk.

"tidak usah kecewa! aku beritahu satu hal, menulis itu bukan hanya ketika ada lomba dan kita bersemangat untuk jadi sang juara, bukan juga ketika ada proyek dengan fee yang lumayan, bahkan penulis yang sejati sesungguhnya tidak pernah bermimpi dan berniat bahwa ia ingin menjadi penulis hebat dan ternama, bukan"

"lalu apa?" tanyaku penasaran.

"penulis sejati adalah penulis yang benar-benar hanya ingin menulis sepanjang hidupnya, maka tulislah apa yang ingin kau tulis saat ini, tentang apa saja, dan jangan pernah peduli tulisanmu itu akan dibaca orang lain atau tidak!just write, write, and write!" 

"apakah kata-katamu ini hanya menghiburku atas  kepecundanganku selama ini?" tanyaku lirih.

kau tidak menjawab, dan hanya tersenyum. kemudian balik bertanya.

"apakah wajahku ini terlihat sebagai seseorang yang ingin bersahabat dengan seorang pecundang?"

aku lebih memilih diam dan membiarkan sunyi mengepung kami.

Selasa, 06 Maret 2012

Mengenali karakter seseorang dari cara mengendarai motor


Mungkin, ini adalah postingan yang sama sekali tidak penting. karena, jelas sekali bahwa saya tidak memakai referensi ataupun penelitian ilmiah apapun untuk menuliskan ini. tapi, setidaknya, izinkan saya berbagi, bukankah berbagi itu indah, kawan?

Entah sejak kapan curiosity saya untuk menjadi peneliti karakter orang muncul. saya juga tidak tahu, namun satu hal, dari dulu saya selalu suka memperhatikan karakter orang-orang di sekeliling saya, entah itu keluarga, teman, sahabat, ataupun seseorang yang baru saya kenal. saya selalu menduga-duga, membuat perkiraan-perkiraan yang sama sekali tidak ilmiah, karena menghubungkannya dengan sesuatu yang saya percaya ada kaitannya, misalnya, ketika saya berkunjung ke rumah teman, sodara, atau sahabat, dan kebetulan saya ada keperluan ke kamar mandinya, maka reflek saja saya akan memperhatikan kebersihan kamar mandinya dan kemudian menghubungkannya dengan karakter penghuni rumah tersebut (untuk lebih jelasnya silahkan lihat postingan saya sebelumnya yang berjudul: how clean is your bathroom)

Dan kali ini, saya akan membahas tentang Mengenali karakter seseorang dari cara mengendarai motornya. dari dulu, saya memang lebih sering dibonceng oleh orang lain daripada mengendarai sendiri. namun beberapa hari kebelakang, saya baru terfikir, dan akhirnya membuat kesimpulan bahwasannya kita dapat mengenali atau mengetahui karakter seseorang dari cara mengendarai motornya. 

Jadi ceritanya, beberapa hari yang lalu, saya dibonceng oleh seorang rekan mengajar ketika  pulang ke rumah dari acara perkemahan tingkat SMA. saat turun dari motornya, saya langsung menghembuskan nafas lega yang tak terhingga karena telah selamat sampai di depan rumah, bayangkan saja perjalanan yang normalnya ditempuh dalam waktu setengah jam bahkan lebih,  kali itu hanya ditempuh dalam waktu kurang dari 20 menit. how fast he rode the motorcycle! dan itulah yang membuat saya berkali-kali istigfar saat berkali-kali pula ia menerabas jalan yang rusak dengan bolong di sana sini. entah mungkin karena waktu itu kami berburu dengan waktu agar tidak kemagriban di jalan, yang jelas ia membawa motor seakan ia hanya mengendarainya seorang diri. tidak peduli pada penumpang di belakangnya yang menahan nafas sepanjang perjalanan karena merasa ngeri dan takut terjatuh.

Namun, saat kesokan harinya ia membonceng saya lagi ke bumi perkemahan, cara membawa motornya tetap sama, seperti orang yang terburu-buru alias ngebut layaknya seorang pembalap,  padahal waktu itu kami sedang tidak terburu - buru waktu. saya kemudian mengingat-ingat bagaimana keseharian ia saat mengerjakan tugas-tugas di sekolah, saat rapat, dan lain sebagainya, dan saya sampai pada satu kesimpulan, bahwa rekan saya ini memang seorang yang tidak suka kelambanan,  tidak suka hal yang bertele-tele atau ngayayai tanpa jelas, dan dalam segala hal ia selalu ingin cepat dan buru-buru selesai.

Beberapa hari berikutnya, saya dibonceng oleh murid saya yang saat ini duduk di kelas 9 saat saya akan mengambil netbook  di rumah, dan anda tahu apa yang saya rasakan saat dibonceng olehnya? saya merasa tidak nyaman. pasalnya, ia berkali-kali meng-gas dan menggerung-gerungkan suara motor. saya paham kenapa ia seperti itu, bukankah ia sedang dalam masa remaja yang labil?  that's why he rode the motorcycle like that way.

Siangnya, saya diajak Kepsek ke acara sosialisasi akredetasi MTs di sekolah lain, dan pulangnya saya dibonceng oleh rekan guru yang lain, karena Kepsek harus kembali ke sekolah tersebut untuk mengambil tasnya yang tertinggal. sebelumnya saya memang pernah dibonceng olehnya, tapi tidak dalam perjalanan yang cukup jauh ini, dalam perjalanan kami membincangkan banyak hal, dari mulai jalanan yang sudah bolong-bolong, pemandangan pegunungan yang membiru, dan banyak lagi, sampai tidak terasa kalau kami sudah hampir sampai. saat saya turun dari motornya, saya tentu menghela nafas lega karena telah pulang kembali dengan selamat, namun bukan karena sebelumnya saya merasa takut atau ngeri terjatuh dari motor, bukan. karena tentu saja selama perjalanan tadi, walaupun jalanan aspal yang kami lalui bertebaran bolong-bolong yang tak terhitung, saya tetap merasa aman dan nyaman, tidak merasa takut atau khawatir terjatuh, this because the rider rode his motorcycle slowly but sure. dalam keseharian, rekan saya berwajah charming ini, memang seorang laki-laki yang idealis, teguh pendirian, dan and  so responsible with his duties, dia tidak pernah terlihat terburu-buru dalam mengerjakan hal apapun, namun juga tidak pernah lewat deadline yang telah ditetapkan. and so, his character  approaches his way in riding the motorcycle. 

Believe it or not??? 
that's up to you! friends! : )