Rabu, 11 Mei 2011

what the means of true love?

apa makna cinta sejati???

berapa banyak definisi yang tak terbilang tentang arti dan makna cinta sejati. bagi seorang mukmin, maka cinta sejati adalah cinta kepada Allah dan Rosulnya. tetapi dalam hidup, kita tidak bisa pungkiri bahwa kita juga memiliki cinta-cinta yang lain selain kepada Tuhan, diantaranya cinta pada kedua orang tua, pada kakak dan adik kita, pada keluarga, juga pada pasangan hidup kita.dalam tulisan ini, saya tidak hendak membahasa tentang cinta kepada Tuhan, karena dalam kitabNya pun telah tertera bahwa cinta yang sejati adalah  hanya cinta kepada Allah yang Maha Pencinta.

selalu menarik memang jika kita membincang tentang cinta. tentang apa itu cinta? dan setiap orang pasti punya definisinya sendiri-sendiri tentang cinta, terutama cinta sejati di luar cinta kepada Tuhan (baca: cinta kepada mahluknya) dan biasanya definisi-definisi itu lahir dari pengalaman-pengalaman mereka ketika mencintai dan dicintai.saya sering kali menemukan banyak definisi cinta baik dari buku2 yang saya baca ataupun dari orang-orang yang mengisi hidup saya, keluarga, teman, sahabat. 

ada seorang sahabat yang memberikan arti cinta sejati adalah cinta yang memberi  tanpa mengharap kembali  kecuali hanya untuk kebaikannya, walaupun kita tidak mendapatkan cintanya, dan saya tahu bahwa definisi nya itu lahir karena ia pernah mencintai seseorang tetapi kemudian ditolak. ada juga orang yang memaknai cinta sejati  sebagai cinta yang mampu menyembuhkan, mampu membakar semangat, dan mampu menghilangkan kedukaan. itu mungkin karena ia menemukan cinta sejatinya ketika ia dalam keadaan terpuruk. selain dua definisi diatas, ada juga yang mengatakan bahwa cinta sejati adalah cinta yang tidak bisa dimiliki dan tidak terdefinisi. bahkan ada juga yang mengatakan bahwa cinta sejati adalah cinta yang dibawa sampai mati, yang tidak bisa dipisahkan kecuali oleh kematian. sebuah definisi cinta yang dalam sekali. 

tetapi, dari sekian banyak definisi tentang cinta atau hakikat cinta atau cinta sejati, saya lebih tertarik pada apa yang ditulis oleh Tere Liye dalam novel terbarunya Eliana, serial anak-anak mama, dalam percakapan wak Yati dengan  adiknya pak Syahdan muda ketika cintanya ditolak oleh seorang gadis yang di kemudian hari ternyata memang menjadi jodohnya. seperti ini kutipannya, ".... hanya wak yati yang mengantar ke stasiun kampung, memeluknya, berbisik, "kau tahu Syahdan, HAKIKAT CINTA ADALAH MELEPASKAN. SEMAKIN SEJATI IA, SEMAKIN TULUS KAU MELEPASKANNYA. percayalah, jika memang itu cinta sejati kau, tak peduli aral melintang, ia akan kembali sendiri kepada dirimu. banyak sekali para pencinta di dunia ini yang melupakan kebijaksanaan sesederhana itu. malah sebaliknya, berbual bilang cinta, namun dia menggenggamnya erat-erat."

ya, hanya sesederhana itu. melepaskan, mengikhlaskan, merelakan. jika pada postingan sebelumnya saya menyarankan bahwa cinta memang harus diungkapkan. bahwa kita harus punya keberanian untuk mengungkapkannya pada orang orang kita cintai, sebelum kita menyesal untuk selamanya, tetapi, jika setelah mengungkapkannya cinta itu tertolak, maka kita hanya cukup melepaskannya, dan mengikhlaskan kenyataan yang ada. karena justru disitulah hakikat cinta yang sebenarnya.

 

Senin, 09 Mei 2011

kemanakah?

by Etha Urang Lebak Thea on Saturday, July 4, 2009 at 5:00pm


Kemanakah kan kucari
penawar
atas sekendi asa ini?
merembes
disela sela jiwa
menabur benih pedih
yang bertindih-tindih
menohok sukma...
menikam dada...
menoreh luka...

Kalau bukan padaNYA?
Sang penerang jiwa
tempat berlabuh
segala asa dan lara
tempat berteduh
dari guyuran luka....

hasbi Robby

cukuplah
hanya KAU
Mengalir indah
dihatiku
seperti Nil Mu
yang tak pernah kerontang
menyejukkan
setiap mata yang memandang

lalu,
apa lagi yang kurang?
jika langit yang gemintang
selalu setia memayungi
dan menjadi penerang?

cukuplah
hanya KAU
berhembus mesra
disetiap tarikan nafasku
berbisik
tentang megahnya surga
membelai
membasuh luka

by Etha Urang Lebak Thea on Saturday, July 4, 2009 at 3:17pm

jika



jika dengan luka ini,
KAU basuh
serpihan dosaku,
hingga meluruh,
aku bersedia melepuh...

walau pedih sungguh,
aku akan tetap bersimpuh,
tanpa menegluh...
tanpa mengaduh...

by Etha Urang Lebak Thea on Saturday, July 4, 2009 at 3:06pm

Rukun Islam ke- “enam”


“Aisy.....Aisy....di mana kamu,nak?” suara ummi yang lembut memanggil-manggil namaku.
“Aisy....! sekarang kan sudah jam setengah empat, waktunya mandi sore sayang, memang kamu nggak mau ke TPA?” ummi memanggilku kembali sambil melongokkan kepalanya ke balik pintu kamar. Tapi aku tetap bergeming di tempat persembunyianku sambil terus memperhatikan gerakan ummi dengan ekor mataku. Ummi sekarang menuju dapur dan suaranya semakin terdengar mengecil dari sini.

Tiba-tiba suara tangisan Hafsah, adik bayiku yang baru bisa merangkak itu terdengar dari dalam kamar ummi. “ ‘ea.....ea....ea.....”. kulihat ummi tergopoh menuju kamarnya dan mendiamkan Hafsah. Tapi Hafsah tetap menangis. Ummi mencoba bertanya pada adikku itu walaupun tentu saja pertanyaan ummi malah dijawab kembali dengan tagisannya yang makin kencang.

“Hafsah sayang, kenapa, nak? Hafsah mau minum? Atau mau makan ya? Sebentar ya sayang, ummi ambilkan air minum dulu.” Ummipun beranjak ke dapur, mengambilkan air minum untuk adikku yang rewel itu. Tidak sampai lima menit, ummi sudah berada di dalam kamar lagi dan menngendong hafsah.

“Ah, ummi tahu, pasti hafsah mau bermain dengan bola karet itu lagi ya?” tanya ummi lagi sambil menunjuk ke arah bola karet berwarna merah dan bergirigi itu permukaannya. Otot-ototku langsung menegang, kurasakan jantungku berpacu lebih cepat ketika ummi berjongkok untuk mengambil bola itu. aku tahu, ummi pasti akan melihat sepasang kaki mungilku ini.

“Ah, aku lebih baik menyerah daripada tertangkap basah” pikirku. Lalu sebelum ummi berhasil menggapai bola yang hanya lima jengkal dari tempatku bersembunyi ini. aku langsung berteriak pura-pura minta tolong.

“Ummi....tolong Aisy, Mi! Tangan Aisy kejepit meja kecil ini!” lalu aku menyibakkan taplak berhias bunga lili yang menutup tubuh mungilku dan memamerkan senyum polos innocentku pada ummi.

“Astagfirullah! Aisy! Sini sayang Ummi bantu keluar dari sana! Memang Aisy sejak kapan berada di bawah kolong meja rias itu? ummi tadi memanggil-manggil Aisy memang Aisy tidak dengar?” tanya ummi bertubi-tubi.

“Maaf ummi, Aisy bukannya tidak dengar, tapi Aisy tadi kesusahan menjawab panggilan ummi,” jawabku sedikit berbohong.

“Oh ya sudah tidak apa-apa, sayang!” jawab ummi seperti biasa, dengan senyumnya yang semanis ice cream kesukaanku.

“Aisy, lihat! Sekarang sudah jam berapa?” ummi menunjuk jam dinding berhias kaligrafi itu.

“Jam empat kurang lima menit, ummi” jawabku. Walalupun aku masih duduk di TKb, aku sudah mengerti tentang konsep jam. Karena Abi yang mengajariku ketika aku baru naik ke TKb beberapa bulan lalu. Kata abi, walaupun aku masih kecil, tapi aku harus sudah mengetahui konsep waktu atau jam, biar aku tidak terlambat ke sekolah, tidak terlambat mengaji, dan selalu bangun tepat waktu. Karena kata abi, seorang muslim itu harus bisa menghargai setiap detik dari waktu yang sudah diberikan Allah pada kita.

“Anak pintar, terus itu artinya......” ummi sengaja memotong kata-katanya supaya aku meneruskannya.

“Itu artinya, Aisy harus pergi mengaji  ke TPA  sekarang!” jawabku dengan cepat tapi dengan bibir sedikit cemberut.

“Loh, kok anak soleh cemberut sih?” tanya ummi.

“Memangnya anak soleh nggak boleh cemberut ya, mi?” tanyaku polos.

“Boleh, bahkan marah juga boleh, asalkan dengan alasan yang tepat, tapi alangkah lebih baik lagi kalau Aisy tersenyum. Kan lebih manis kalau Aisy tersenyum.”  Jawab ummi.

“Ummi, sebenarnya, hari ini Aisy sedang tidak mau ngaji” aku berterus terang.

“Memangnya kenapa, sayang? Kalau mengaji Aisy kan nanti dapat pahala dari Allah, terus kalau pahalanya banyak Aisy nanti akan ......” belum sempat ummi melanjutkan kata-katanya, aku sudah memotongnya.

“Ummi, mulai hari ini, Aisy tidak mau ngaji kalau uang jajannya Cuma seribu. Teman-teman Aisy yang lain kalau mengaji mereka bawa uangnya banyak mi, segini!” protesku sambil mengacungkan kelima jariku di depan ummi dan kembali cemberut.

“Oh ya? Kalau begitu ummi mau nanya, memang Aisy mengaji buat apa?”
Aku bingung mau menjawab apa. Tapi aku teringat sesuatu

“mmm...Aisy mengaji biar Aisy bisa beli mainan di TPA, mi. Soalnya di sekolah mainan yang seperti itu nggak ada” jawabku dengan jujur.Hafsah sekarang sedang asyik bermain dengan bola karetnya di lantai. Ummi  memegang pundakku dan memasang wajah yang cukup serius.

“Aisy, mainan itu, suatu hari nanti akan rusak tidak?” tanya ummi lembut. Aku menggelengkan kepala, sedikit binggung dengan pertanyaan ummi.

“Kalau Aisy, meminjamkan mainan yang Aisy beli itu pada hafsah, mainan itu akan rusak tidak? Atau kalau setiap hari Aisy memainkan mainan itu, apa mainan tersebut akan selalu utuh?”

Aku mulai mengerti maksud  pertanyaan ummi. “Ti..tidak ummi, mainan itu pasti akan rusak kalau setiap hari aku selalu memainkannya. “ jawabku dengan suara pelan.

Ummi melirik jam dinding lagi. Sekarang sudah pukul empat lewat lima belas menit. Berarti aku sudah lewat lima belas menit mengaji ke TPA. Ummi menarik nafasnya.

“Aisy, Aisy ingat apa yang dikatakan abi, kalau kita tidak boleh minta pamrih jika melakukan sesuatu, karena itu tidak baik.”

“Tapi, Aisy kan hanya minta uang jajan segini, Mi” aku membantah sambil menunjukkan lima jariku, aku memang belum mengerti konsep uang. Karena abi memang belum mengajariku. Tapi, aku akan selalu ingat apa yang dikatakan Deva, Indri dan Fia waktu tiga hari yang lalu mereka menunjukkan selembar uang bergambar salah satu pahlawan Indonesia yang kalau tidak salah namanya Bonjol gitu, sambil menunjukkan LIMA jari mereka masing-masing ke depan wajahku. Dan berkata sinis seperti ini “Aisy, kamu pasti tidak punya uang segini kan? Ha...ha....lihat teman-teman, masa Aisy Cuma dikasih uang seribu? Ha...ha....ha...”

“Aisy, itu sama saja Aisy meminta imbalan atau pamrih dari ummi, dan itu berarti, Aisy sudah tidak ikhlas mengajinya” jawab ummi. Ummi beranjak ke luar kamar.

Aku semakin tidak mengerti dengan penjelasan ummi barusan, apa tadi yang dikatakan ummi “ikhlas”? ah, jika abi datang nanti aku akan tanyakan arti kata itu padanya, pasti abi tahu. Abi kan pintar.
Sekarang jam di dinding sudah menunjukkan pukul empat lewat tiga puluh menit, itu berarti aku sudah benar-benar terlambat, tapi aku senang, karena aku tahu ummi tidak mungkin mengantarkanku pada jam segini. Dan itu berarti, aku tidak akan mengaji hari ini, ah,,,,betapa senangnya, tidak bertemu dengan Deva dan kawan-kawannya itu. aku tersenyum-senyum sendiri.

Tapi, ternyata dugaanku salah, karena tiba-tiba saja, ummi sudah berdiri di hadapanku lagi dengan menenteng tas ngajiku di tangan kanannya dan seragam TPA ku di tangan kirinya.

“Walaupun, sekarang sudah sangat telat, tapi ummi akan tetap mengantar Aisy ke TPA” Kata-kata ummi itu seperti ngengat lebah yang berdengung-dengung di telingaku. Tapi aku tidak bisa membantah, karena sorot mata ummi yang biasanya lembut, saat ini begitu menakutkan, seperti mata elang yang aku lihat di buku ensiklopedia burung di sekolah tadi pagi. Dan itu membuat  tubuhku terasa ciut dan mengecil.

“Aisy, kenapa diam? Ayo cepat ganti bajunya dengan seragam ini, tidak apa-apa sore ini tidak mandi sore dulu,”Aku segera mengganti baju mainku dengan seragam TPA. Ummi menggendong Hafsah dan menungguku di luar kamar. Aku melirik jam dinding lagi, dan jarum jam sekarang sudah menunjukkan, pukul empat  lewat empat puluh menit, aku menghitung-hitung kira berapa lama aku sampai di TPA, dan aku segera dapat menyimpulkan walaupun belum pasti, bahwa aku hanya akan mengaji selama tiga puluh menit. Dan aku kembali tersenyum-senyum sendiri.

Ummi sudah menungguku dihalaman, dan aku menyusulnya dengan langkah tergesa. Tepat ketika aku sampai di pintu ruang tamu, aku melihat seorang laki-laki paruh baya yang sering menyapaku setiap pagi, Pak satpam komplek sedang berbicara dengan ummi dengan wajah yang sangat serius tapi juga menyiratkan kesedihan. Dan di belakang pak. Satpam, empat orang laki-laki yang tidak aku kenal, menggotong seseorang di atas sebuah tandu buatan. Lengan kanannya keluar, dan aku sangat mengenal lengan itu, jari-jari kekar itu.

“Tapi kenapa lengan abi berwarna pucat? Apa abi sakit?”
“Abi?” tanyaku dalam hati, ada apa dengan abi? Belum sempat aku mendekati tandu yang mengotong tubuh abi, ummi menyuruhku masuk ke dalam rumah. dan aku hanya bisa menurut.

Aku masih belum mengerti sepenuhnya tentang apa yang sedang terjadi. Tapi tiba-tiba ummi menangis, suatu hal yang tidak pernah aku lihat selama ini. dan Hafsah adikku, telah digendong oleh bu Ira tetanggaku, dan dalam waktu sekejap, orang-orang berdatangan ke rumah mungilku, menyalami ummi sambil berkata sesuatu yang menguatkannya, Hafsah menangis dengan sangat kencang di gendongan bu Ira, dan ummi tiba-tiba mendekapku sambil terus menangis, air matanya menganak sungai membasahi seragam TPAku, pipiku, tapi aku masih belum mengerti apa yang terjadi.

“Aisy, kita harus ikhlas ya nak, abi sudah dipanggil oleh Allah, karena abi orang yang baik dan ikhlas,” ummi mengecup keningku, dan ia langsung menghapus air matanya sambil berusaha untuk menyungingkan senyumnya.

“Apa itu arti kata “ikhlas”?” tanyaku dalam hati.
“ Apakah tetap tersenyum ketika abi sudah dipanggil Allah?”. Dan aku baru menitikkan air mata, ketika aku tahu bahwa aku tidak akan  bisa bertanya lagi pada abi selamanya. Ya, selamanya.

Dalam dekapan ummi,  mataku tertuju pada jam dinding di ruang tamu ini, pukul lima sore, tepat. Lima, ingatanku berlari pada wajah Deva dan teman-temannya tiga hari lalu di TPA, mereka juga mengacungkan lima jari mereka dengan tatapan yang sinis, dan rasanya menyakitkan sekali, sama seperti sore ini, tepat pukul lima, rasa sakit itu kembali menghantamku. Membuat dadaku sesak dan akupun menangis.

# # #

Tiga hari yang lalu, abi dipanggil Allah, ummi tidak menjelaskan padaku kenapa abi tiba-tiba dipanggil Allah, tapi tidak sengaja aku mendengar bu Ira mengobrol dengan tukang sayur keliling tentang abi, kata bu Ira, abi adalah korban tabrak lari. Aku  tidak mengerti apa maksudnya. Dan ketika aku tanyakan pada ummi, wajah ummi kembali sedih, tapi ummi langsung tersenyum dan berkata “Abi itu orang yang baik, rajin beribadah, soleh, ikhlas, makanya Allah sayang banget sama abi, dan Allah memanggilnya dengan cepat”

Sejak saat itu, aku tidak pernah menanyakan hal itu lagi pada ummi, karena aku tidak mau melihat wajah ayu ummi berubah menjadi sedih.

Sore ini, aku akan mengaji kembali ke TPA, sendirian, tidak diantar oleh ummi. Karena ummi terlihat sibuk sekali di rumah.

Aku melangkah dengan tetap tersenyum, tidak menunjukkan wajah yang sedih, karena seperti kata ummi, aku harus jadi orang yang kuat, yang ikhlas, maka abi akan bahagia di surga sana.
Di tikungan sebelum masjid, aku melihat Tasya sedang menangis sendirian, kenapa ya? Maka akupun menyapanya.

“Tasya, kamu lagi ngapain di sini? Kenapa kamu menangis? Ayo kita ke TPA” ajakku.

“Pen....pen...silku, pensil kangguruku yang dibeliin ayah di Australia hilang...., hik...hik....hik...” jawab Tasya sambil terisak isak. Aku bingung, mau berkata apa untuk menghibur Tasya. Tapi aku ingat kata-kata ummi tiga hari yang lalu waktu abi dipanggil Allah.

“Tasya, kenapa tidak diikhlaskan saja, pencilnya, nanti akan diganti yang baru dan lebih bagus kok sama Allah” ujarku, aku tidak tahu kenapa aku bisa berkata seperti itu, tapi rasanya sangat indah. Sangat ringan.

Tasya terdiam, tapi masih terisak-isak. “benarkah, Aisy?” tanyanya pelan. Aku mengangguk mantap, mengiyakan sambil menyunggingkan senyum termanisku pada Tasya. Dan iapun berhenti menangis.
           
“Ajaib” pikirku. “kata-kata yang diucapkan ummi padaku waktu itu memang  benar-benar ajaib, ia seperti obat penurun panas yang biasa aku minum ketika  demam”. Dan aku semakin menyukai kata itu “ikhlas”. Aku menanamkannya dalam-dalam di lubuk hatiku. Kami berduapun sampai di TPA tepat ketika kak Asma mengucap salam. Aku dan Tasya langsung duduk di barisan ke tiga dari depan. Sekilas kulirik Tasya, ia sudah kembali ceria, dan air matanya sudah mengering. “Alhamdulillah” kataku dalam hati.
           
Kak Asma memimpin kami membaca surat al-fatihah, doa belajar, dan mars TPA. Sambil mengikuti kak Asma, aku memperhatikan teman-temanku. Di barisan depan, ada Ayu, Cantik, Chaca, Ade, Ryan, Toriq, mereka terlihat semangat sekali. Sedangkan dibarisan kananku, murid laki-laki sudah tidak memperhatikan kak Asma lagi, mereka sibuk memainkan mobil-mobillan yang bisa dirubah menjadi robot itu. Ka Rafi menyuruh mereka mengikuti ka Asma, tapi mereka tidak mendengarkan.
           
“Adik-adik kak  Asma, punya lagu baru, judulnya rukun islam yang lima, cara menyanyikannya seperti nada lagu balonku. kalau adik-adik tetap ,mengobrol, kakak tidak akan mengajari menyanyikan lagunya.” Kak Asma mencoba menghalau teman-temanku yang sedang asyik bercanda dan ngobrol.
           
Mendengar kata-kata kak Asma barusan, teman-temanku yang tadi sedang bercanda spontan diam dan mulai memperhatikan kak Asma lagi.
           
“Ya sudah, makasih untuk tidak bercanda dan mengobrol lagi. Sekarang semuanya diam dan dengarkan kak Asma baik-baik!”
          
 “Rukun islam yang lima……”
           
“L-I-M-A” angka itu, seketika bayangan Deva dan teman-temannya menari-manari di otakku… wajah mereka yang seakan mengejekku, tatapan tidak suka mereka kepadaku….
           
“L-I-M-A” angka itu…. dan tanpa bisa kucegah bayangan Abi yang yang sore itu dipanggil Allah, air mata ummi yang menganak sungai dipipinya, dan jarum jam yang menunjukkan tepat ke angka L-I-M-A, benar-benar telah membuat dadaku sesak. Dan aku ingin menangis sejadi-jadinya. 
           
Kepalaku tiba-tiba menjadi pening seperti waktu aku habis kehujanan, tapi kali ini dua kali lipat lebih pening, sayup-sayup suara kak Asma masih bisa kudengar.
            
“Pertama bersyahadat, kedua kerjakan sholat lima waktu sehari…
“Yang ketiga berzakat …..door!

Kepalaku makin terasa pening, dan aku benar-benar tidak bisa berkonsentrasi lagi mendengarkan suara kak Asma.
            
“Keempat berpuasa…..
“Kelima pergi haji….. bagi orang yang mampu….”
           
Tepat, ketika kak Asma selesai menyanyikan lagu rukun islam itu, tubuh mungilku limbung ke samping dan aku tidak ingat apa-apa lagi.

# # #

Ketika aku sadarkan diri, orang yang pertama aku lihat adalah ummi. Wajahnya yang selalu sabar itu tersenyum padaku. Selain ummi, aku juga melihat kak Asma yang sedang menggendong adikku Hafsah.

“Alhamdulillah Aisy, sudah siuman” kata ummi.
           
“Memangnya Aisy kenapa ummi?” tanyaku penasaran.
          
 “Kata dokter, Aisy kurang istirahat karena terlalu kecapean beraktifitas seharian ini,” jawab ummi.
           
Melihat kak Asma, aku langsung teringat dengan lagu yang tadi sore ia nyanyikan di TPA, rukun islam yang lima. Dan, ah….aku ingat sekarang. Kepalaku tiba-tiba terasa pening ketika aku mendengar angka lima itu.
           
“Ummi, kenapa seh rukun islam itu ada lima? Kenapa nggak enam saja, atau tujuh atau delapan…”
           
Ummi terlihat agak kaget mendengar pertanyaanku, begitu juga dengan kak Asma.
           
 “Aisy, ummi tidak bisa menjelaskan kenapa rukun islam itu jumlahnya ada lima, karena itu sesuai dengan hadist Rosulullah islam itu dibangun di atas lima tiang yang menjadi penyangganya yaitu, syahadat, sholat, puasa, berzakat, dan menunaikan haji bila mampu”
           
“Ummi, kenapa Rosulullah nggak menambahkan “ikhlas” menjadi rukun ke enam saja?” protesku tidak setuju.
           
Aku sebenarnya belum terlalu mengerti konsep “ikhlas” itu seperti apa,  aku hanya suka saja dengan kata-kata itu, ia seperti mengandung daya magic penghilang kesedihan. Dan menurutku, kalau “ikhlas dimasukkan ke dalam rukun islam, pasti nggak bakal ada orang muslim yang sedih lagi.
           
 “Aisy, walaupun, “ikhlas” itu tidak masuk kedalam rukun islam, tapi sebagai seorang muslim yang baik, kita juga harus senantiasa menanamkan sikap ikhlas itu dalam keseharian kita. Ya, seperti halnya kita harus bersabar kalau sakit, bersyukur pada Allah, bukankah bersabar juga tidak masuk rukun islam? tapi kita tetap harus bersikap sabar. Betul nggak?” ummi menjelaskan panjang lebar. Kulihat kak Asma ikut tersenyum mengiyakan kata-kata ummi.

“Tapi, Aisy tetap tidak suka pada angka 5, ummi!!”  aku membantah

“Memangnya kenapa Aisy tidak suka angka 5?” Tanya kak Asma. Dan dengan detail, akupun menceritakan alasanku membenci angka 5 sampai tadi sore kepalaku tiba-tiba terasa pening katika mendengar kak Asma menyanyikan lagu rukun islam yang 5 dengan menggunakan nada lagu balonku.

“Oh….jadi begitu ceritanya,” kata ummi sambil tersenyum.

Ummi kemudian mengelus kepalaku “ Aisy sayang, semua yang yang sudah ditakdirkan oleh Allah itu, harus kita terima dengan hati yang lapang, seperti ketika Allah memanggil Abi lebih cepat daripada kita, kita harus tetap menerimanya dengan lapang walaupun hati kita sedih. Dan ketika Aisy membenci angka 5 gara-gara angka lima itu sudah membuat Aisy sedih, itu berarti Aiys belum benar-benar menerima dengan lapang kepergian abi. Dan sekarang, ummi minta Aisy, tidak lagi membenci angka 5 ya! Sampai-sampai ingin menambah rukun islam menjadi enam. He…he….”

“Ummi, maafkan Aisy ya…! Kalau Aisy sudah merepotkan ummi,”
“Aisy juga minta maaf sama kak Asma, karena sudah merepotkan kak Asma mengantarkan Aisy pulang ke rumah”

“Tidak apa-apa sayang, ummi sayaang sekali sama Aisy” ummi memelukku dengan erat.

“Kak Asma juga bangga punya murid yang pintar seperti Aisy” kata kak Asma sambil tersenyum. Dan malam itu, aku lewatkan dengan sebuah doa kecil dalam hati.
“Allah, walaupun rukun islam tidak bisa ditambah menjadi enam, aku ikhlas kok, dan aku janji tidak akan membenci angka 5 lagi, salam untuk Abi ya Allah! Amiin…”

             

Ciputat. at kosan.
gambar dari sini: www.vemale.com

THREE TIMES AT "ANGKOT"

aku memandangi kardus kecil persegi berwarna biru dan hijau itu, tergeletak kosong di atas meja di dalam kamar. kemarin kardus kecil itu sengaja aku masukkan ke tas untuk sebuah keperluan, aku juga memasukkan isi kardus itu (benda hitam kecil yang menghubungkanku dengan banyak orang) tapi tidak ke dalam kardus tersebut, karna keperluan yang aku maksud bukan untuk menjual kembali sang isi kardus toko, bukan, maka setelah sekian lama, hampir setahun kurang seminggu, 'sang isi kardus' dan kardusnya berpisah, siang kemain mereka  bersatu kembali dalam satu tempat di dalam ransel coklatku, tapi malangnya, ternyata justru siang itulah mereka untuk terakhir kalinya bertemu dan sekaligus berpisah untuk selama2nya. ya... sang isi kardus, kini telah hilang...raib, entah dengan cara yang bagaimana dan dimana, karena aku juga tidak mampu mengingatnya.
tahukan kamu? siapakah sang isi kardus tersebut?
ya, dia adalah handphone mungil hitamku...
dan siang itu, aku kembali mengalami kehilangan Hp untuk yang ke3 kalinya, dalam tempat yang sama yang bernama ANGKOT.
aku kembali memikirkan kehilangan ini, bukan, bukan karena aku tidak rela atas kehilangan ini, tetapi angka 3 itu, juga sang angkot, sungguh-sungguh telah menggangguku,
bayangkan 3 KALI, di tempat yang sama yang bernama ANGKOT (walalupun dengan jurusan yang berbeda), apa yang salah dengan diriku???
dan jawabannya adalah karena aku LALAI, LENGAH, walaupun aku terjaga tapi hatiku tidak...

pada kehilangan ke dua kalinya, aku pernah berfikir, kenapa bukan di kereta yang sering aku tumpangi yang satu gerbongnya katanya lebih banyak copetnya daripada penumpangnya?
dan pada kehilangan yang ketiga kalinya ini, aku jg berfikir hal yang sama, aku kembali membandingkan kereta yang penuh sesak dengan kemungkinan lebih besar terjadi sebuah pencopetan di bandingkan di dalam sebuah angkot. dan ternyata aku lupa satu hal...ya satu hal yang sesungguhnya ini juga merupakan kesalahanku dan mengakibatkan kehilangan itu.
ya, KARENA AKU TELAH MERASA AMAN dan TIDAK WASPADA ketika di DALAM ANGKOT.aku lupa bahwa
"merasa aman akan menimbulkan ketidakwaspadaan, keridakwaspadaan memberi peluang/kesempatan yang besar pada orang-orang yang ingin berbuat jahat"
dan aku berdoa semoga kedepannya aku tidak akan lengah lagi.amin...
buat teman2
semoga bisa mengambil hikmah dari apa yang aku alami ini, satu hal..selalu waspada dan jangan pernah merasa sudah aman, dimanapun berada, mau itu di dalam kereta yang penuh sesak, bis yang bejibun, bahkan angkot yang tidak berpenumpang sekalipun. bukankah ada pepatah bijak yang mengatakan bahwa "terkadang tempat yang paling berbahaya itulah justru tempat yang paling aman, begitu juga sebaliknya, tempat yang kita anggap paling aman justru adalah tempat yang berbahaya"
jadi, selalu WAPADA dan jangan lupa BERDOA agar dihindarkan dari kejahatan...


smoga tulisan ini bermanfaat... dan ini bukan ajang curhat, hanya sekedar pengingat mudah2n bermanfaat. amin.
salam hangat.
(etha)

“COGITO ERGO SUM” VS “WHAT’S ON YOUR MIND?”


Beberapa waktu lalu, seorang teman menulis status di akun facebooknya seperti ini, What's on your mind". Buat apa kamu tau apa yg saya pikirkan? memang kamu bisa kasih solusi kalo yg di pikiran saya itu suatu masalah? Malah saya jadi kasian ama kamu, dengan pertanyaan "what's on your mind" itu, kamu jadi bulan2an pelampiasan kekesalan bagi yg ada di pikirannya sebuah kekesalan. *jgn berpikiran "pedas", saya cuman melampiaskan "iseng" saya karena pertanyaan "what's on your mind" :D (taken from n’uyunk kholidatunnur status) sungguh status yang dalem banget dan jujur sekali, but its really the fact.

Setelah saya membaca status teman saya tersebut saya hanya menklik tombol menyukai dan tidak meninggalkan kommen apa-apa, tapi dari situ benak saya tidak henti2nya berfikir dan menyetujui apa yang telah ditulis oleh teman saya itu.”what’s on your mind?....what’s on your mind?...” sampai saya teringat pada pengalaman pertama saya ketika berkenalan dengan yang namanya “facebook” ini. Waktu itu saya sempat merasa bingung ketika setelah melakukan pendaftaran dan ditanya “what’s on your mind?” atau tepatnya diminta untuk menuliskan apa yang ada dalam fikiran saya, karena waktu itu saya menterjemhakan secara harfiahnya seperti itu, dan saya tidak menuliskan apa-apa di sana saking bingungnya, lalu saya sign out  tanpa menuliskan sepatah katapun apa yang ada dalam fikiran saya.
Beberapa waktu setelah itu, saya baru tahu dari teman-teman, kalau kolom “what’s on your mind” tersebut adalah untuk menuliskan status kita di sana, seperti apa yang kita sedang lakukan, rasakan, harapkan atau luapkan atau  apa saja.  Intinya  apapun boleh kita tulis di sana, dan sejak saat itu sayapun mulai rajin menuliskan status, apalagi ketika Hp saya yang baru dilengkapi dengan fitur internetnya, saya semakin ketagihan untuk berfacebook ria, menuliskan apa saja dan semangat sekali setiap menjawab pertanyaan “what’s on your mind?”.
Jika saya sedang merasa bahagia, maka isi statusnya pun meluap-luap menunjukkan kebahagian, begitu juga sebaliknya jika saya sedang sedih maka sayapun memilih kata-kata yang melo dan sendu untuk menunjukkan kesedihan saya, saya juga tak jarang menuliskan doa-doa dan harapan saya pada Allah, walaupun seorang teman pernah berguyon ...” memangnya Allah buka facebook...?” he,,,
Tapi, semakin kesini, ketika saya sudah berhapan dengan layar komputer dengan page home facebook saya yang bersiap-siap untuk ditulisi, saya malah merasa bingung untuk menuliskan apa, maka jadilah saya berselancar ria menengok status teman-teman saya yang ada di home page dan saya menemukan banyak sekali keunikan di sana. Hampir setiap orang memiliki ciri khasnya masing-masing dalam menuliskan statusnya. Ada seorang teman yang selalu menuliskan frasa-frasa menggantung, indah, puitis dan exotis itu karena dia memang kuliah di fakultas sastra indonesia seperti,

biarkan jiwa itu menemukan jiwa’a...” atau “mengapa mawar itu, hanya dari durinya saja. Sedangkan di kelopaknya menyembul putik indah merekah...”(taken from yollanda oktafitri status) indah nian bukan?

Selain yang indah dan puitis, ada juga yang selalu menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an, Hadist-Hadist Rosulullah, nasehat-nasehat, itu karena dia seorang aktifis da’wah. Seperti status di bawah ini,

“Jika tdk mau taat pd Allah, carilah tempat tinggal selain bumi ciptaan-Nya. Jika tdk mau bersyukur pd Allah, carilah makanan, udara selain ciptaan-Nya. Jika tdk takut berbuat dosa pada Allah, carilah tempat yang tidak bisa dilihat-Nya” (taken from bang raihan al-biruni status) status yang dahsyat sekali bukan? Dan tentunya status yang bernada luapan kemarahan dan kekesalan dalam bentuk kata-kata yang tidak terkontrol juga tidak sedikit menghiasi wall- wall facebook setiap harinya bahkan setiap detiknya. Dan untuk saat ini hal itu masih dianggap sah-sah saja selama orang tersebut tidak menyebutkan nama orang yang menjadi sasaran kemarahannya itu jika ia sedang marah dan kesal dengan seseorang. Karena saya pribadipun pernah melakukan hal yang sama, menuliskan kata-kata yang kurang sopan dan tidak terkontrol akibat kesal dengan seseorang.

 Sampai keesokan harinya teman saya bertanya ‘ada apa? Sedang ada masalahkah?’ saya menjawab ‘tidak ada’ dia bertanya lagi ‘ tapi kok statusnya seperti itu kemarin? (marah2 dg berkata yang kurang terkontrol)’ saya jawab ‘biasa lagi kesel, emang ada yang salah?’ saya balik tanya padanya, dia menjawab ‘ya gak salah, tapi apa kamu tidak tahu kalau kata-kata yang kamu tulis itu akan memantul kembali pada diri kamu dan menjadi doa untuk kamu?’ saya menggelengkan kepala, karena tidak mengerti atas kata-katanya itu. Kemudian diapun menjelaskan, bahwa kata-kata yang kita tulis di facebook, itu akan dibaca oleh banyak orang, dan ketika mereka membacanya mereka akan segera tahu kalau kita sedang dalam keadaan badmood misalnya, lalu muncullah komentar seperti ini misalnya ‘oh...si ...A lagi kesel toh...’ dan lain sebagainya yang bernada sama dan mengamini apa yang kita rasakan, dengan cara seperti itulah kata-kata yang kita tulis di facebook memantul kepada diri kita kembali.
Maka bisa dibayangkan jika yang membaca dan berkomentar seperti itu lebih dari 20 orang misalnya, apa dampak negatifnya? Tentu saja kita akan selalu berada dalam suasana yang penuh kekuatan negatif. Beda halnya jika yang kita tulis itu adalah kata-kata positif, indah, penuh motivasi, optimis, rasa syukur, maka otomatis orang-orang yang membacanyapun akan kecipratan dampak positifnya. Bahkan akan lebih baik lagi jika kata-kata yang kita tulis dapat menginspirasi orang banyak seperti status-statusnya pak. Mario Teguh yang selalu super, Arifin Ilham dan Syafi’i Antonio yang selalu bijak dan menyejukkan.

  Sampai disini, kita tentu dapat mengambil kesimpulan betapa dahsyatnya kekuatan kata-kata dan betapa besarnya ia mempengaruhi  psikologis orang yang membacanya. Begitu juga dengan apa yang kita tulis di status FB kita, tentu memiliki pengaruh yang sangat besar bagi yang membacanya.  Dengan demikian terampil dan berhati-hati dalam memilih kata untuk status kita sangat diperlukan. Tidak perlu kata-kata yang indah nan puitis, jika memang  kita tidak mampu, setidaknya kata-kata yang kita tulis adalah kata-kata yang baik dan membawa kebaikan.

  Pertanyaannya adalah, apa hubungannya kata-kata yang baik, what’s on your mind? Dengan pepatah latin yang dicetuskan oleh Descartess Cogito Ergo Sum? Mari kita uraikan satu-satu disini.

   Jika menilik kepada arti harfiahnya, cogito ergo sum, memiliki arti ‘aku berfikir maka aku ada’.walaupun maksud sebenarnya dari kalimat Descartess itu adalah bahwa satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah keberadaan seseorang sendiri, keberadaan di sini bisa dibuktikan dengan fakta bahwa ia bisa berfikir sendiri. Begitu apa yang terukir di wikipedia. Tetapi di sini kita tidak hendak membahas maksud/makna sebenarnya dari ungkapan Descartess itu, kita hanya akan membahas arti harfiahnya dan hubungannya dengan mesin penghubung manusia bernama facebook yang setiap detik tidak alfa bertanya ‘whats on your mind?’.

   ‘cogito ergo sum’ ‘aku berfikir maka aku ada’, ‘what’s on your mind?’ ‘apa yang ada dalam fikiranmu?’ bacalah berulang-ulang! Apakah anda menemukan benang merahnya?

   Yups, Pertanyaan ‘what’s on your mind?’ atau apa yang ada dalam fikiranmu, secara harfiah mengundang kita untuk selalu berfikir, ya berfikir..., berfikir apa saja, berfikir apa yang kita lihat di sekeliling kita, berfikir tentang apa yang kita dengar, apa yang kita baca dalam keseharian kita, dan tentu saja pengalaman yang kita alami dan rasakan setiap harinya baik yang baik, yang buruk, membahagiakan, sampai yang mengharukan. Berfikir apa hikmah di balik semua peristiwa?berfikir apa yang mesti dilakukan untuk masa depan, dan tentu saja berfikir tentang kata apa yang harus kita tulis di kolomnya agar dapat selalu memberi angin positif untuk diri kita sendiri dan juga orang lain.
Sedangkan ‘cogito ergo sum’ yang secara harfiah berarti aku berfikir maka aku ada, tidakkah kita berfikir bahwa ketika kita menuliskan status di facebook dengan menjawab pertanyaan ‘what’s on your mind?’ bahwa kita telah ‘ada’ atau bahasa kerennya, telah ‘exist’?. Maksudnya, ketika kita menuliskan status kita tentang apapun itu, menandakan bahwa kita telah exist, telah ada, maka keberadaan kita ditandai dengan status kita tersebut. Bukankah jika kita saat ini kita tidak memiliki akun facebook misalnya, maka serta merta teman kita akan men cap kita tidak gaul lah, atau tidak exist. Begitu juga ketika kita tidak menulis status apapun di fb selama beberapa bulan misalnya, maka teman kita setidaknya pasti ada yang bertanya ‘kemana aja? Kok jarang muncul di fb? (gak exist).

Maka, benang merah dari kedua frasa tersebut adalah ‘eksistensi’ atau keberadaan kita yang bersemuber dari fikiran kita, atau apa yang kita fikirkan. Simplenya, jika apa yang kita fikirkan kemudian kita tuangkan dalam fb adalah tentang hal-hal yang negatif, maka keberadaan kitapun akan dianggap negatif, begitu juga sebaliknya. Jika apa yang kita fikirkan kemudian kita tumpahkan baik di fb, twitter, ataupun blog adalah sesuatu yang membawa dampak positif bahkan menginspirasi banyak orang, maka keberadaan kita akan dianggap sebagai pembawa angin kesejukan dan kebaikan. Wallahu A’alam bishowab...

Apa pun itu, semua kata-kata dalam notes ini hanya sebuah masukan, yang mudah2n bermanfa’at.   
Finnaly? What’s on your mind??? Hopely, the answer is about the kindness & goodness. Amiin...

Salam hangat.
Etha.

(thanks to uyunk, statusmu udah menginspirasiku menulis notes ini, lanjutkan menulis status2 yang unik dan menginspirasi! Hatur nuhun juga to Yollan, e selalu menyukai status2 mu yang indah dan puitis, calon sastrawan masa depan from lebak...euy...he..., juga makasih banyak to bang raihan, lanjutkan selalu menuliskan status2 yang mengingatkan pada kebaikan. tak terkecuali to maul, syukron katsiron udah pernah memberi pencerahan ttg status yang kita tulis di fb.