Jumat, 16 Maret 2012

Birthday Party? What's Up?


Saat orang tua saya masih kecil dulu, tradisi pesta ulang tahun atau syukuran hari lahir belumlah menjadi tren di kampung kami (ya iyalah, tahun 70an gitu lho!he...) sampai saat saya berumur 6 atau 7 tahunan, salah satu anak kiai di kampung kami yang tinggal di kota besar membawa "tradisi orang kota" itu, mengulangtahunkan anaknya yang pertama dengan sebuah pesta yang cukup meriah dan membuat kami rang-orang kampung berdecak kagum melihatnya. dari situ, pelan tapi pasti, entah kenapa, keluarga-keluarga besar yang justru menyandang predikat sebagai keluarga kiai atau guru ngaji, mulai mengulangtahunkan anak-anak mereka. walaupun perayaan ulang tahun tersebut diberi nama acara syukuran hari lahir agar terdengar lebih islami, kemudian membaca surat alfatihah dan surat-surat pendek sebelum menyanyikan lagu happy birthday, namun tetap saja pada kenyataannya, bagi saya acara tersebut tidak bisa diislamisasi.

Jadi ceritanya, Beberapa bulan yang lalu, Adik saya yang nomor 3 mendapat sebuah undangan syukuran satu tahun atau istilah kerennya ulang tahun anak tetangga kami yang juga teman sepermainan saya waktu kecil. kemudian dua minggu yang lalu, adik saya nomor 4 (si bungsu Najmi) juga mendapat undangan syukuran dua tahun anak tetangga kami yang juga kakak kelas saya waktu SD, dan kebetulan sang ibu yang anaknya  berultah yang kedua itu adalah keponakannya teman sepermainan saya yang mengundang Opa beberapa bulan lalu. 

Lalu kemarin lusa, adik saya nomor 4, kembali mendapat undangan syukuran atau ultah dari anak tetangga kami yang rumahnya tepat depan rumah,  kebetulan pula ibu anak yang akan berultah yang ke -1 itu adalah kakak iparnya teman sepermainan saya waktu kecil. jadi, kalau diitung-itung, dalam kurun waktu tidak sampai enam bulan, kedua adik kecil saya telah diundang tiga kali ke acara ulang tahun oleh keluarga besar yang menjadi tetangga kami itu.

Hal itu bisa saja disebabkan oleh sebuah kebetulan bahwa ketiga anak-anak kecil yang diulangtahunkan oleh ibu-ibunya itu lahir dengan jarak waktu atau tanggal yang berdekatan.,  atau bisa juga oleh sebuah enigma baru tentang budaya perayaan ulang tahun yang semakin diterima oleh masyarakat kampung saya, entahlah, namun terlepas dari apapun alasan yang berdiri di belakangnya, ternyata dalam satu dekade ini, masyarakat kampung saya terutama yang merupakan keluarga besar, terpandang dan terhormat statusnya, mulai membudayakan syukuran hari lahir anak-anak mereka atau bahasa gaulnya islamic birthday party, entah itu untuk alasan menaikan gengsi dan citra keluarga, ataupun memang benar-benar sebagai bentuk rasa syukur atas limpahan kasih yang Tuhan curahkan pada anak-anak mereka. saya tidak tahu. namun, samar-samar saya ingat, saat bapak belum membangun rumah tempat tinggal keluarga kami, dan kami masih tinggal menumpang di rumah nenek, saya tidak ingat saya berumur berapa saat itu, mungkin sekitar 6 atau 7 tahunnan, saya mendapat undangan perayaan ulang tahun untuk yang pertama kalinya dalam hidup saya, juga untuk yang pertama kalinya di kampung kami yang masih udik kala itu. dan kau tahu kawan, apa yang saya rasakan saat itu?

Satu hari sebelum pesta ulang tahun itu, saya sudah merasa dag-dig-dug tidak karuan, seakan-akan sayalah yang besok akan berulang tahun, perasaan antara cemas, penasaran, bahagia, dan bingung harus membawa kado apa dan memakai baju apa bercampur aduk dalam hati saya yang masih polos. kemudian, saat pesta ulang tahun itu tiba, saya dan beberapa teman yang diundang, mandi satu jam lebih lebih awal dari biasanya,  tentu saja karena kami takut terlambat datang ke perayaan itu, maka dengan semangat yang menggebu-gebu kami pergi ke sungai jam setengah tiga sore, saat matahari masih bertengger panas menyinari sungai yang menghijau dan tenang.

pukul setengah empat sore, saya dan teman-teman sudah berada di tempat pesta ulang tahun itu, jujur saja sebenarnya saya sendiri juga tidak tahu bahkan tidak mengenal anak yang akan berulang tahun sore itu, saya juga tidak mengenal ibunya apalagi bapaknya, tapi saya tidak peduli, yang terpenting saya sudah mendapatkan undangan, saya sudah mandi dan berpakaian cukup rapih, dan yang terpenting saya sudah membawa kado, saat itu saya tidak tahu bahkan tidak menyadari bahwa ternyata tidak semua anak-anak kecil di kampung kami mendapatkan undangan istimewa itu dan berkesempatan menyanyikan lagu happy birthday kemudian pulang membawa kantong plastik cantik dan berkilau-kilau dengan berbagai macam kue dan snack yang menggiurkan lidah kecil kami.

Namun, saat ini, saat saya sudah mencapai kepala dua dan tidak pernah sekalipun diulangtahunkan oleh orang tua saya (he....), saat giliran adik-adik saya yang mendapatkan undangan ulang tahun itu,  saya baru menyadari beberapa hal, bahwa seberapa islamipun acara ulang tahun itu di modifikasi dengan membaca alfatihah, dan surat-surta pendek, dengan kartu undangan yang berjudul syukuran dan bukan pesta ulang tahun, tetap saja tidak mengurangi kemeriahan sebuah pesta ulang tahun ala orang-orang kota, juga tentu saja seberapa meriahpun acara ulang thaun itu digelar, tetap saja tidak menjadi penentu anak yang dilulangtahunkan itu akan sukses dunia akhirat, bahkan, justru dengan adanya acara ulang tahun tersebut akan tumbuh semacam kesenjangan sosila antara anak-anak dan keluarga yang mampu berulang tahun dengan anak-anak dan keluarga yang tidak mampu berulang tahun.

Selain itu, anak-anak yang kebetulan tidak termasuk dalam daftar tamu yang diundang, otomatis dia akan bersedih hati, terutama karena mereka tidak bisa mendapatkan tas cantik berisi snack dan minuman. hal ini seperti apa yang menimpa sepupu saya kemarin, dia tidak termasuk daftar tamu undangan karena mungkin rumahnya jauh, dan awalnya ia hanya menonton dari luar bersama teman-temannya yang juga tidak mendapat undangan, namun saat ia melihat ibu saya yang menggendong adik saya datang ke pesta ulang tahun tersebut, ia langsung pulang dan menangis pada ibunya, dan memaksa ingin diantar ke pesta ulang tahun tersebut, namun sang ibu yang merupakan bibi saya keukeuh tidak mau.  what an unlucky little girl, right?

Tapi, terlepas dari dampak negatif yang ditimbulkannya, perayaan ulang tahun sebenarnya punya banyak dampak positif di sisi yang lain. adik saya pernah bercerita, bahwasannya keluarga sahabatnya di Pondok memiliki tradisi mengulangtahunkan anak-anaknya saat mereka berumur 10 tahun atau saat mereka duduk di bangku kelas 4 SD dan itupun hanya sekali seumur hidup. menurut sahabatnya itu, saat ia melihat kakaknya dulangtahunkan pada umur 10 tahun, ia yang masih kecil tidak sabaran ingin cepat-cepat berumur 10 tahun dan diulangtahunkan, maka dalam proses mununggu waktu ulang tahun ke 10 itu tiba, ia pelan-pelan belajar bersikap dewasa dan tidak manja lagi. 

Bagi saya, tradisi keluarga sahabat adik saya ini, lebih  memiliki dampak positif  daripada tradisi ulang tahun yang setiap tahun dilakukan. pertama, tradisi pesta ulang tahun yang setiap tahun dilakukan, akan menanamkan sikap manja pada anak, sedangkan jika hanya satu kali saat mereka berusia di ambang masa atau saat masa remaja, itu akan semakin mematangkan proses pendewasaan mereka. walaupun tentu saja perayaan ulang tahun bukanlah sebuah jaminan seorang anak akan tumbuh lebih dewasa. namun satu hal, apapun alasan di belakangnya, apapun dampak positif dan negatifnya sebuah perayaan ulang tahun, baik itu yang islami atau yang pure sebuah party, atau juga yang hanya berupa acara traktiran minum es cendol,  yang terpenting adalah tradisi berbaginya yang tidak boleh dilewatkan, berbagi apa? tentu saja berbagi kebahagiaan dan cinta bersama keluarga, sahabat, dan teman-teman yang kita cintai. seperti yang rutin dilakukan oleh sahabat saya saat ia berulang tahun, ayahnya selalu mengadakan acara sawer uang pada tetangga-tetangganya disekitar rumahnya, and it really so fun.  anda setuju???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar