Minggu, 09 Oktober 2011

CATCIL UNTUK YANG MAU JADI ORANG TUA ATAUPUN YANG SUDAH JADI ORANG TUA : )

Lebaran hari pertama, seperti biasa setelah sholat 'id di masjlis ta'lim ibu2, saya beranjak ke rumah uwak, bersalaman dg anggota keluarganya, menunggu bapak yang sholat 'idnya terpisah di masjid sambil makan kue, kemudian setelah bapak datang, baru beranjak pulang ke rumah, bersalaman dg emak tercinta dan dilanjut dg 'nyocol' uli goreng ke dalam semur ayam buatan emak yang paling enak sedunia (he...). setelah kenyang, saya dan adik kedua saya bersiap-siap ke warung, menyusul emak dan bapak yang sudah terlebih dahulu pergi kesana, kenapa ke warung? karena setiap lebaran, bapak memang selalu berjualan mainan anak2 seperti tembak2an, mobil2an tamiya, dll, maklum yang disebut dg 'pasar' di kampung saya memang hanya lumayan rame ketika lebaran tiba, itupun bukan oleh ibu2 yang belanja sayuran tapi oleh anak2 kecil laki2  yang akan membeli mainan di warung bapak juga anak2 kecil perempuan yang akan membeli bermacam makanan di toko makanan.

Tetapi sebelum ke warung, saya dan adik kedua saya biasanya akan mampir dulu ke rumah nenek dari ibu dan rumah nenek uyut dari ibu juga untuk bersalaman dg sanak saudara di sana, ngobrol2 dg sepu2 dan tentunya mencicipi kue lebaran, he.... rutinitas kami sekeluarga di hari lebaran hampir tidak pernah berubah setiap tahunnya. urutannya hampir selalu seperti itu. tapi, tentu saja, lebaran yang ke 22 bagi saya  kali ini, agak sedikit berbeda dibanding lebaran2 tahun2 belakangan, apalagi lebaran2  15 tahun ke belakang waktu saya  masih SD. what the different???

tentu saja jawabannya banyak sekali, dari segi apapun, dan saya tidak mungkin menyebutkannya satu2. namun ada yang menarik untuk diperbincangkan dari segi kreasi budaya.

seperti halnya mudik, memasak ketupat, memakai baju dan sepatu baru, memberi uang pada saudara2 kita yang masih kecil2 juga merupakan buah dari kreasi budaya. jika orang2 china atau konghucu memiliki budaya membagi2kan 'angpau' pada hari rayanya, begitu juga tradisi dan budaya di kampung saya pada setiap lebaran. sudah lumrah sekali bahkan menjadi sebuah tuntutan bagi orang2 tua ataupun orang2 dewasa, terutama yang sudah bekerja, ditambah bekerjanya di kota, untuk memberikan 'persenan' pada adik, ponakan2, atau sodara2 yang masih kecil. saya tidak tahu asal mula kenapa tradisi memberi persenan itu muncul di masyarakat saya. namun jika boleh berhipotesis, tradisi tersebut pada awalnya  muncul dilatarbelakangi oleh orang2 tua yang ingin memberikan 'reward' pada anak2nya setelah berhasil belajar berpuasa selama sebulan lamanya. maka selain baju baru, sendal atau sepatu baru, isi dompet atau isi kantong anak2 itupun harus diperbarui dg persenan.

namun ternyata, tradisi memberi 'reward' pada anak2 sebagai penyemangat untuk latihan berpuasa itu juga tetap berlaku pada anak2 yang tidak 'ikut' latihan berpuasa. maksdunya, anak2 yang memang masih terlalu kecil untuk latihan berpuasa juga tetap memiliki hak untuk mendapat persenan. maka, bagi yang kebetulan memiliki adik2, ponakan2, atau saudara2 sepupu yang masih kecil2, bersiapl2lah untuk menyiapkan amplop dan uang receh sebanyak2nya untuk di bagikan, karena jika ada satu saja yang tidak kebagian, bersiap2lah mendapat rengekan atau rajukan dari monster2 kecil itu. ha...

dan lebaran kali ini, karena alhmdulillah saya sudah lulus kuliah, lalu ceritanya belajar mengajar di yayasan sodara mulai bulan juli lalu,maka ketika saya berkunjung ke rumah uyut saya dan menanyakan sepupu2 saya yang seumuran dg adik saya yg ke3, opa, pada bibi saya, ia menjawab seperti in
i " duka, ja tadi mah aya di dieu, eta geh tos ngomong bae rek menta persenan ka neng"
( gak tahu, tadi emang ada di sini, itu juga udah ngomong aja mau minta persenan ma neng)
(tuing...tuing...) ternyata saya sudah dimasukkan dalam daftar sebagai pemberi persenan oleh sepupu2 saya itu, ha...dalam hati saya bertanya2 sambil senyum2 "ada gak ya uangnya?" he...,kalau boleh saya ingin jadi anak kecil terus biar dapet persenan terus, xixixi...: )

ketika sampai di warung, fikiran saya tetap terfokus pada masalah pemberian persenan itu. saya kembali teringat, betapa dulu sebagai anak kecil yg masih imut2 saya juga merasa amat bahagia jika di kasih persenan oleh sodara2 saya. namun sayapun akan kebingungan menggunakan uang persenan itu untuk apa? dibelikan makanan, pasti cepat habis, dibelikan mainan gak bakal cukup...hmmm....

yupz, setelah saya fikir bolak balik, ngalor ngidul, belok kanan belok kiri, lalu turun dan nanjak lagi, akhirnya sampailah saya pada sebuah pertanyaan yang dalam beberapa detik kemudian beranak pinak dalam kepala saya.
tuing...Ibunya pertanyaan muncul
"BAGAIMANA DAMPAK DARI PEMBERIAN PERSENAN ITU TERHADAP PSIKOLOGIS ANAK?"
tuing... melahirkan satu pertanyaan baru
"BERDAMPAK POSITIF KAH? ATAU SEBALIKNYA?"
dan tuing... satu pertanyaan lagi muncul
"TIDAKKAH PEMBERIAN PERSENAN ITU AKAN MENUMBUHKAN SIKAP KONSUMTIF BAGI ANAK-ANAK?"

Mari kita coba urai satu persatu. namun sebelumnya terlebih dahulu saya beritahukan bahwa  apapun yang  yang akan saya uraikan di sini sama sekali tidak akan berdasar pada teori psikologi apapun, karena memang saya bukan ahli dalam bidang tersebut ditambah saya juga tidak memiliki referensi apapun yang berkaitan tentang psikologi anak juga tentang sikap konsumtif itu, saya hanya akan menguraikan apa yang saya lihat dan perhatikan dari sikap sepupu saya itu berkaitan dengan dampak dari pemberian persenan itu.

Ada pepatah yang mengatakan, "tidak ada api tanpa asap" dalam artian tidak ada masalah tanpa sebab, begitu juga dengan sikap sepupu saya yang yang pada hari lebaran kemarin mencantumkan nama saya dalam daftar pemberi persenan. Itu bukan semata-mata karena saya sudah lulus sekolah dan mulai bekerja, karena ternayata ia juga memasukkan nama paman saya yang baru kelas 1 SMA dan belum punya penghasilan dalam daftar 'pemberi persenenan', hal itu berarti ia tidak peduli, lebih tepatnya belum mengerti siapa saja yang pantas 'ditagih' uang persenan' dan siapa saja yang belum pantas, yang ada di dalam fikirannya hanyalah ia mendapat uang persenan sebanyak-banyaknya, xixixi... : ) (dasar anak kecil)

Namun, jika saya perhatikan adik saya yang sebaya dengannya, ia sama sekali tidak sibuk mendaftar nama-nama pemberi persenan pada hari lebaran kemarin, bukankah ia juga sama2 anak kecil??? jangankan meminta persenan, membedakan antara uang Rp. 2000 dengan Rp. 5000 saja ia belum bisa. Dan ternyata setelah saya perhatikan, memang terdapat perbedaan dalam pola pendidikan yang diberikan terhadap mereka berdua. jika sepupu saya sudah dikenalkan dengan uang sejak ia berumur 4 tahun, kemudian diajarkan untuk memegang uang jajannya sendiri sejak dini, maka berbeda dengan adik saya yang baru di beri uang ketika ia meminta untuk membeli sesuatu, itupun sangat jarang sekali karena ia memang jarang jajan. positifnya, jika sedang di rumah nenek sepupu-sepupu saya yang lain ribut atau merengek ingin membeli suatu jajanan, maka ia akan terlihat santai2 saja tidak peduli. namun, jika sudah ada penjual mainan yang lewat, bisa dipastikan iapun akan merengek minta dibelikan mainan.

Jadi, pola pendidikan keluarga dan pembiasaan dalam memegang uang sendiri, menurut saya adalah salah satu penyebab sepupu saya itu mendaftar nama-nama pemberi persenan ketika lebaran.  lebih jelasnya, karena setiap hari, ia selalu memegang uang jajannya sendiri, bahkan sebagiannya ada yang ditabungkan, maka iapun jadi terbiasa memegang uang, dan dalam fikirannya lebaran adalah saat yang tepat untuk mengumpulkan uang dengan cara meminta persenan.he... , namun bisa jadi ia juga telah diajarkan untuk meminta persenan oleh bibi saya. he..., dan itu bagi saya boleh-boleh saja, toh mintanya juga sama sodara2 bukan sama orang lain, dan tentu saja hanya pada saat lebaran, tidak setiap hari.: )

Kembali ke pertanyaan di atas, bagi saya pemberian persenan itu memang tidak terlalu berdampak banyak terhadap psikologis anak, karena ia hanya diberikan pada saat lebaran dan tidak seriap hari, namun alangkah lebih lebih baiknya jika persenan itu bukan berbentuk uang, tapi berbentuk barang atau hadiah, seperti peralatan sekolah misalnya. dan itu diberikan ketika mereka berhasil menjalankan latihan berpuasa pada bulan Ramadhan. Karena menurut saya, uang berpotensi cukup besar untuk menumbuhkan pola hidup konsumtif bagi anak-anak, bukankah ketika mereka di beri kebebasan untuk memegang uang, mereka akan menggunakan uang tersebut semau mereka? tidak peduli apakah itu bermanfaat atau tidak, dan pada akhirnya akan menumbuhkan pula sikap boros dalam diri mereka. dan hal itu tentu saja merupakan dampak negatif dari pemberian persenan tersebut.

Namun, walaupun demikian, pemberian persenan ataupun memberikan kebebasan untuk memegang uang sendiri bagi anak-anak, masih memiliki sisi positif yang bisa di ambil, yaitu, mereka akan terlatih untuk memanage uangnya sendiri sejak dini, dan itu termasuk salah satu malatih kemandirian mereka sejak kecil. Tentu saja, hal itu dapat tercapai dengan bimbingan dan pantauan orang tua. Dengan kata lain, ketika mereka di beri hak untuk mengelola sendiri uang jajannya misalnya, orang tua tetap harus mengawasi dan membimbing mereka dalam menggunakan uang tersebut. Misalnya dengan cara memberi tahu untuk tidak bersikap boros, untuk tidak menggunakan uang untuk hal-hal yang tidak perlu atau tidak berguna, dan lain sebagainya. anda setuju???

silahkan beri masukan atau kritikan
agar note ini jadi lebih baik : )

salam hangat
etha
: )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar