Sabtu, 18 Mei 2013

APA FUNGSI PEMBINA PENDIDIKAN DI SEKOLAH?







Pertanyaan di atas mungkin terdengar  asing bagi sebagian besar pembaca, karena tentu saja di sekolah-sekolah negeri, jabatan sebagai pembina pendidikan tidak masuk dalam struktural organisasi sekolah. Karena sebagai sekolah yang berada di bawah naungan pemerintah yaitu Kemendikbud, masalah struktur organisasi sekolah sudah diatur dengan jelas  lewat Peraturan Pemerintah  ataupun Peraturan Mentri. 
Namun, berbeda halnya dengan sekolah-sekolah swasta yang notebene berada di bawah naungan yayasan. Sekolah swasta memiliki keleluasaan atau kewenangan lebih dalam menyusun struktur organisasi sekolahnya masing-masing, dengan tetap berpedoman pada peraturan pemerintah yang berlaku, dan disesuaikan dengan kondisi, visi dan misi sekolah tersebut.
Misalnya saja di sekolah tempat penulis pernah mengenyam pendidikan, yaitu pondok pesantren modern,  Struktur organisasi sekolah terdiri dari Bapak Pimpinan Pondok selaku Ketua Yayasan, Direktur TMI ((Tarbiyatul Mu’allimien Al-Islamiyah)seorang ustadz yang ditunjuk langsung  oleh Pak Kiai untuk memenej dan mensupervisi hal-hal dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kependidikan dan pengajaran di pondok, baik yang bersifat formal ataupun informal. Dengan perannya tersebut, secara otomatis Kepala Madrasah Aliyah dan Kepala Madrasah Tsanawiyah sebagai lembaga formal yang berada di bawah naungan pondok, berada di bawah pimpinan dan pengawasannya.
Lain lubuk, lain pula ikannya,begitu juga di sekolah swasta lainnya, pasti memiliki perbedaan dalam struktur organisasi sekolahnya demi mencapai visi dan misi yang telah dirumuskan. Seperti halnya di sekola swasta tempat penulis mengajar saat ini, susunan organisasi sekolah atau yayasan  seperti pada umumnya, terdiri dari Bapak Pimpinan Yayasan (Pak Kiai) Komite sekolah yang sejajar dengan Kepala Madrasah Aliyah dan Madrasah Tsanawiyah, wakamad bidang kurikulum, kesiswaan, Sapras, Humas, dan Bk, juga staf Tata Usaha.  
Namun, sejak tahun pelajaran 2012-2013 muncul posisi baru secara accidental yaitu Pembina Pendidikan. Kenapa penulis menyebutnya accidental? Karena pemunculan posisi tersebut tidak dibarengi dengan perencanaan yang matang. Ia muncul sim sa la bim begitu saja tanpa ada konsep, rancangan, tujuan, visi dan misi yang jelas.
Untuk alasan apapun, pembentukan sebuah posisi atau kabinet baru dalam sebuah organisasi yang legal dan bermartabat haruslah dibarengi dengan persiapan dan perencanaan yang matang, juga harus berlandaskan pada konseptual dan asas bahkan dasar hukum yang jelas dan objektif. Agar jika di kemudian hari terdapat suatu permasalahan, kita bisa merujuk kembali pada asas konseptual juga dasar hukum yang memayunginya.
Lalu bagaimana jika tidak ada?
Maka kita harus kembali mempertanyakan,
-   apa sebenarnya fungsi dari posisi tersebut?
-   Seberapa penting peranannya untuk kemajuan sekolah?
-   Apa yang selama ini sudah dicapai oleh sekolah dengan adanya posisi baru tersebut?
Maka Merujuk pada pertanyaan – pertanyaan di atas, kita juga perlu  mempertanyakan, apa sebenarnya fungsi dan peran dari pembina pendidikan di sekolah?
Apakah sama seperti pengawas sekolah/ madrasah yang tugasnya mengawasi dan mensupervisi kinerja pengelola sekolah?, jika demikian, maka kita memang tidak membutuhkannya, karena tugas tersebut sudah menjadi tanggung jawab para pengawas sekolah/madrasah yang telah diberi kewenangan resmi oleh UPT pendidikan dengan berlandaskan peraturan mentri pendidikan nasional No 12 tahun 2007.
Atau apakah posisi tersebut sama secara konseptual dengan Direktur TMI di sekolah penulis yang telah dijelaskan di atas? Yang tugasnya memenej, mengawasi, mensupervisi masalah kependidikan dan pengajaran di sekolah serta membawahi kepala Mts dan MA?
Bisa saja, tapi yang perlu menjadi catatan penting, seorang Direktur yang profesional, idealnya hanya bekerja di satu perusahaan, agar fokus dan konsentrasinya tidak bercabang. Dalam hal ini, seseorang yang ditunjuk untuk menjadi direktur yayasan haruslah seseorang yang berpengalaman dan baiknya tidak bercabang bekerja di lembaga lain.
Atau bagaimana jika konseptual dan fungsinya nya kita samakan saja dengan Dewan Penasihat? Seperti halnya Presiden yang memiliki dewan penasihat yang bertugas memberi masukan dan  pertimbangan atas keputusan-keputusan yang hendak diambil oleh presiden berkenaan dengan jalan keluar atas permasalahan-permasalahan yang terjadi.
Bisa saja, namun kita juga harus ingat bahwa Dewan Penasihat Presiden tidak masuk dalam struktural Pemerintahan bukan? Dan mereka juga tidak memiliki hak apapun untuk memaksa presiden agar mengikuti masukan, ide, nasihat atau pertimbangannya mengenai suatu permasalahan.
Lalu, masih pentingkah  peranan  pembina pendidikan di sekolah kita? Mari sejenak kita renungkan. Jika jawaban yang kita dapat lebih banyak positifnya, tetap mempertahankannya bukanlah sebuah ide buruk, namun jika sebaliknya, maka tidak mempertahankannya adalah sebuah keniscayaan.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar