Pertanyaan
di atas mungkin terdengar asing bagi
sebagian besar pembaca, karena tentu saja di sekolah-sekolah negeri, jabatan
sebagai pembina pendidikan tidak masuk dalam struktural organisasi sekolah. Karena
sebagai sekolah yang berada di bawah naungan pemerintah yaitu Kemendikbud,
masalah struktur organisasi sekolah sudah diatur dengan jelas lewat Peraturan Pemerintah ataupun Peraturan Mentri.
Namun,
berbeda halnya dengan sekolah-sekolah swasta yang notebene berada di bawah naungan yayasan. Sekolah swasta memiliki
keleluasaan atau kewenangan lebih dalam menyusun struktur organisasi sekolahnya
masing-masing, dengan tetap berpedoman pada peraturan pemerintah yang berlaku,
dan disesuaikan dengan kondisi, visi dan misi sekolah tersebut.
Misalnya
saja di sekolah tempat penulis pernah mengenyam pendidikan, yaitu pondok
pesantren modern, Struktur organisasi
sekolah terdiri dari Bapak Pimpinan Pondok selaku Ketua Yayasan, Direktur TMI
((Tarbiyatul Mu’allimien Al-Islamiyah)seorang
ustadz yang ditunjuk langsung oleh Pak Kiai
untuk memenej dan mensupervisi hal-hal dan masalah-masalah yang berkaitan
dengan kependidikan dan pengajaran di pondok, baik yang bersifat formal ataupun
informal. Dengan perannya tersebut, secara otomatis Kepala Madrasah Aliyah dan
Kepala Madrasah Tsanawiyah sebagai lembaga formal yang berada di bawah naungan
pondok, berada di bawah pimpinan dan pengawasannya.
Lain
lubuk, lain pula ikannya,begitu juga di sekolah swasta lainnya, pasti memiliki
perbedaan dalam struktur organisasi sekolahnya demi mencapai visi dan misi yang
telah dirumuskan. Seperti halnya di sekola swasta tempat penulis mengajar saat
ini, susunan organisasi sekolah atau yayasan seperti pada umumnya, terdiri dari Bapak
Pimpinan Yayasan (Pak Kiai) Komite sekolah yang sejajar dengan Kepala Madrasah
Aliyah dan Madrasah Tsanawiyah, wakamad bidang kurikulum, kesiswaan, Sapras,
Humas, dan Bk, juga staf Tata Usaha.
Namun,
sejak tahun pelajaran 2012-2013 muncul posisi baru secara accidental yaitu Pembina Pendidikan. Kenapa penulis menyebutnya accidental? Karena pemunculan posisi
tersebut tidak dibarengi dengan perencanaan yang matang. Ia muncul sim sa la bim begitu saja tanpa ada
konsep, rancangan, tujuan, visi dan misi yang jelas.
Untuk
alasan apapun, pembentukan sebuah posisi atau kabinet baru dalam sebuah
organisasi yang legal dan bermartabat haruslah dibarengi dengan persiapan dan
perencanaan yang matang, juga harus berlandaskan pada konseptual dan asas
bahkan dasar hukum yang jelas dan objektif. Agar jika di kemudian hari terdapat
suatu permasalahan, kita bisa merujuk kembali pada asas konseptual juga dasar
hukum yang memayunginya.
Lalu
bagaimana jika tidak ada?
Maka
kita harus kembali mempertanyakan,
- apa sebenarnya fungsi dari posisi tersebut?
- Seberapa penting peranannya untuk kemajuan
sekolah?
- Apa yang selama ini sudah dicapai oleh sekolah
dengan adanya posisi baru tersebut?
Maka
Merujuk pada pertanyaan – pertanyaan di atas, kita juga perlu mempertanyakan, apa sebenarnya fungsi dan
peran dari pembina pendidikan di sekolah?
Apakah
sama seperti pengawas sekolah/ madrasah yang tugasnya mengawasi dan
mensupervisi kinerja pengelola sekolah?, jika demikian, maka kita memang tidak
membutuhkannya, karena tugas tersebut sudah menjadi tanggung jawab para
pengawas sekolah/madrasah yang telah diberi kewenangan resmi oleh UPT
pendidikan dengan berlandaskan peraturan mentri pendidikan nasional No 12 tahun
2007.
Atau
apakah posisi tersebut sama secara konseptual dengan Direktur TMI di sekolah penulis
yang telah dijelaskan di atas? Yang tugasnya memenej, mengawasi, mensupervisi
masalah kependidikan dan pengajaran di sekolah serta membawahi kepala Mts dan
MA?
Bisa
saja, tapi yang perlu menjadi catatan penting, seorang Direktur yang
profesional, idealnya hanya bekerja di satu perusahaan, agar fokus dan
konsentrasinya tidak bercabang. Dalam hal ini, seseorang yang ditunjuk untuk
menjadi direktur yayasan haruslah seseorang yang berpengalaman dan baiknya
tidak bercabang bekerja di lembaga lain.
Atau
bagaimana jika konseptual dan fungsinya nya kita samakan saja dengan Dewan
Penasihat? Seperti halnya Presiden yang memiliki dewan penasihat yang bertugas
memberi masukan dan pertimbangan atas
keputusan-keputusan yang hendak diambil oleh presiden berkenaan dengan jalan
keluar atas permasalahan-permasalahan yang terjadi.
Bisa
saja, namun kita juga harus ingat bahwa Dewan Penasihat Presiden tidak masuk
dalam struktural Pemerintahan bukan? Dan mereka juga tidak memiliki hak apapun
untuk memaksa presiden agar mengikuti masukan, ide, nasihat atau
pertimbangannya mengenai suatu permasalahan.
Lalu,
masih pentingkah peranan pembina pendidikan di sekolah kita? Mari sejenak
kita renungkan. Jika jawaban yang kita dapat lebih banyak positifnya, tetap
mempertahankannya bukanlah sebuah ide buruk, namun jika sebaliknya, maka tidak
mempertahankannya adalah sebuah keniscayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar