"Sudah berapa lama kau tidak menginjakkan kaki di pengajian?"
Kau tiba-tiba datang dan mengajukan pertanyaan bodoh seperti itu padaku. aku tersenyum geli, dan meneruskan kembali bacaan.
"Hei, kok malah tersenyum? apanya yang lucu?"
Kau sedikit tersinggung. Maka, dengan sangat terpaksa aku membuka mulutku, melipat halaman buku yang sedang aku baca dan menoleh padamu.
"Memang tidak ada yang lucu, sobat, tapi aku hanya merasa sedikit geli. untuk apa pula kau tanyakan pertanyaan seperti itu padaku, bukankah kau juga sudah tahu kalau aku tidak pernah lagi pergi ke pengajian sejak lulus SD? dan sekarang, aku bahkan sudah lulus kuliah, jadi hitung saja sendiri berapa lama aku tidak menginjakan kakiku di pengajian, lagipula bukankah pengajian itu hanya untuk anak-anak seusia SD, juga ibu-ibu dan bapak-bapak yang sudah tua renta, bukan untuk seusiaku yang masih muda belia seperti ini, iya nggak?he...he... "
"hmmm... pantas saja!" jawabmu sambil mencibir.
"Maksudmu pantas saja gimana?" tanyaku penasaran.
"Pantas saja, jika saat ini tidak terhitung pasangan-pasangan muda seusiamu bahkan yang dibawah usiamu "menikah dini" gara-gara "accident", belum yang melakukan aborsi, yang sekarat karena Narkoba juga sudah bukan ratusan lagi jumlahnya, dan terakhir yang menjadikan tawuran, mabuk2kan, ngobat, dan bunuh diri sebagai penyelesaian atas setiap permasalahan, bahkan sebagai lifestyle, sudah ribuan bahkan jutaan jumlahnya. bukankah mereka juga sama sepertimu? menganggap bahwa pengajian itu adalah tempat untuk anak-anak kecil yang masih ingusan dan orang-orang tua yang sudah bau tanah?"
"hei...hei...kenapa pembicaraanmu jadi ngaco seperti ini, kawan? janganlah kau bawa-bawa masalahku yang tidak pernah lagi ke pengajian ini dengan berbagai kenakalan anak muda itu! aku tidak terima disamakan dengan mereka!" protesku dengan air muka merah padam.
"baiklah-baiklah! aku minta maaf, aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan mereka, hanya saja ada sesuatu yang mengganjal di hatiku, dari banyaknya acara pengajian baik yang diadakan di kampung kita, ataupun acara pengajian yang disiarkan oleh hampir stasiun TV setelah shubuh setiap harinya, hanya 1 : 1000 pengajian yang dihadiri oleh para remaja dan anak muda.bahkan, bisa dikatakan hampir tidak ada pengajian yang berbasis remaja atau anak muda. dan aku berfikir, mungkin saja ini ada kaitannya dengan anggapan mereka seperti halnya anggapanmu bahwa pengajian itu hanya untuk orang-orang tua dan anak-anak kecil yang masih mengeja a ba ta tsa. menurutmu bagaimana, kawan?"
"Aha...! aku punya ide, bagaimana jika kau saja yang mengadakan pengajian khusus untuk remaja dan anak muda itu, kawan? bukankah kau ini lulusan pesantren? yah...sebagai permulaan kau bisa mencobanya dengan mengajak anak-anak muda dan remaja di sekitar sini. bagaimana? kau setuju dengan ide briliantku?" tanyamu berapi-api.
Namun, tiba-tiba saja lidahku terasa kelu, Aku tidak bisa menjawab sepatah katapun.
"ide kawanku ini memang sangat-sangat cemerlang, tapi entah kenapa "pengajian" seakan menjadi tempat yang sangat asing bagiku, jadi mana mungkin aku bisa membangun sebuah pengajian apalagi pengajian khusus remaja dan anak muda, lagipula, aku ini siapa? jangankan membentuk sebuah pengajian, sholat lima waktu saja aku masih malas-malasan." kataku pesimis.
"aku tahu kau pesimis, kawan, namun aku akan berdoa agar Tuhan menggantikan rasa pesimismu itu dengan rasa optimis yang menyala-nyala" kau berkata dengan sangat bijak.
Di luar jendela, gerimis masih turun dengan hikmat, aku mengamini doa kecilnya dalam hati.
tulisan yang bagus mbak. Ini cerita diri mbak atau hanya sebuah fiksi?
BalasHapusbtw sedikit saran : itu warna font dengan backgorund hampir mirip. Jadi agak dikit sakit di mataku :(. Akan lebih enak dibaca jika dbuat lebih kontras ^_^.
makasih banyak atas sarannya mas, iya seh, warnanya emang bikin pusing, mas orang ke dua yang bilang kalau tampilan warna blog saya bikin pusing dan sakit mata, he...
BalasHapusinsa Allah nanti saya coba perbaiki...jazakallah : )