"Apakah yang paling membuatmu merasa lega dalam hidup yang ingar ini?"
kau bertanya dengan pelan, menyeruput kopi kesukaanmu dengan tenang.
Ku jawab dengan mantap,
"Saat ada seseorang yang bersedia menjadi "tong sampah" atas segala keluh kesah dan ratapan hati kita".
kau tersenyum,
"Jika tidak ada?"
"Maka hidup akan seperti berasa di neraka."
kau tertawa, terbahak, sampai tubuhmu terguncang-guncang.
"Ha...ha...ha...yang benar saja! memangnya kau pernah pergi ke neraka? lagipula, bukankah saat ini kita sudah tidak butuh lagi seseorang yang bersedia untuk menjadi "tong sampah" untuk keluh kesah kita?"
"Maksudmu?" aku mengernyitkan dahi, tidak paham.
"Maksudmu?" aku mengernyitkan dahi, tidak paham.
kau malah tersenyum, menyeruput kembali kopimu yang tadi sempat tertunda saat kau tertawa mendengar jawaban polosku.
"Coba saja lihat akun Facebookmu, atau akun twittermu, apa saja yang sudah kau tumpahkan di sana? keluh kesah dan ratapan bukan?juga rasa kecewa, kesal, bahkan benci atas sesuatu, dan...hanya sedikit sekali tentang sesuatu yang mengungkapkan rasa syukur atau kebahagiaan,"
Aku hanya terdiam, mendengar semua ocehannya itu, ingin berteriak tidak terima, namun hati kecilku diam-diam membenarkan setiap baris kata-katanya.
"Yups, Facebook dan Twitter, adalah dua tembok ratapan paling besar di dunia saat ini,* jadi, untuk apa kita masih membutuhan "seseorang" yang bersedia menjadi "tong sampah" atas keluh kesah kita? karena saat ini, ketika kita merasa sedih, galau, kecewa, kesal, dan butuh untuk didengarkan, kita hanya tinggal buka akun FB atau Twitter kita, menuliskan status yang mewakili perasaan kita, entah itu sebuah umpatan, ratapan ataupun kegalauan, kemudian tinggal meng-klik publish, tak kurang dari 1 menit, "sampah-sampah" yang kita tumpahkan itu telah terbuang ke "tong sampah" yang bahkan tidak lagi berbentuk sebesar keranjang sampah, namun sudah membentuk "tembok besar" yang dapat dibaca oleh ribuan, jutaan bahkan milyaran manusia tanpa mengenal batasan waktu dan tempat. dan jika beruntung, dalam beberapa menit atau jam kemudian, beberapa orang temanmu atau kenalanmu akan memberikan komentar atau juga sedikit simpati, dan jika kau sedang tidak beruntung, maka statusmu itu benar2 akan menjadi sampah yang tidak berguna sama sekali. karena tidak dikomentari, atau tidak mendapat simpati dari siapapun. mengenaskan bukan?"
aku sudah benar-benar kehilangan selera untuk menghabiskan sisa kopi moccaku yang baru tandas seperempat gelas, kulirik kembali status yang baru saja aku publish beberapa menit lalu, di akun FBku, sebuah puisi yang terdiri hanya dari empat baris, puisi tentang kegalauan hati, atau lebih tepatnya sebuah ratapan hati,
aih..., tiba-tiba saja aku jadi merasa menjadi seorang badut yang beratraksi di sebuah ruangan yang sunyi,
tak ada tepuk tangan, ataupun sorak sorai. dan semua ini benar2 menggelikan.
oh...tidak!bukan menggelikan, tapi mengenaskan.
ada getir yang terasa merembesi hati.
"Hei, kok malah melamun? tenang saja, aku akan selalu siap menjadi "tong sampahmu" kapanpun kau membutuhkan, gratis, dan semua sampahmu akan aku simpan dengan sangat rapih di sini, kau percaya?"
kau tersenyum dan menunjukkan jari-jari tangganmu ke sebelah kiri dadamu.
"Tentu saja, tidak ada yang lebih membahagiakan selain memiliki "tong sampah" yang bisa tersenyum dan tertawa sepertimu". jawabku bahagia. ^ _ ^
*thanks to Kang Fahd Djibran, atas quotenya di catatan "kecepatan", it's really inspires me to write this little note. : )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar