Alkisah,
menurut cerita, pada zaman dahulu, hiduplah seorang kakek di sebuah gubug bambu di
tepian sungai ciberang yang bernama Ki Sabrang.
Dipanggil
Ki Sabrang, karena pekerjaan sehari-harinya sering menolong orang yang hendak menyebrangi
sungai dengan bantuan rakit bambu yang
dimilikinya tanpa mau dibayar dengan uang atau imbalan apapun.
Diceritakan,
pada suatu pagi yang masih mendung, matahari belum bersinar terang seperti
biasanya, karena hujan badai kemarin sore yang turun di seluruh kampung
membuat suasana pagi itu tidak secerah biasanya.
Air
sungai masih meluap tinggi dengan ombak yang besar, warnanya coklat pekat
sekali. Ki Sabrang yang biasanya mencari ikan dengan jalanya,
hari itu terpaksa tidak bisa mencari, maka ia memutuskan mengumpulkan kayu-kayu
dan barang-barang lain yang biasanya
ikut terbawa hanyut saat sungai sedang banjir besar.
Ki
Sabrang mulai menyisir tepian sungai dari dekat rumahnya sampai ke hilir. Ia
mengumpulkan kayu-kayu dan barang-barang lain yang tersangkut dengan hati
riang, sesekali mendendangkan lagu untuk menghibur dirinya.
"Endeuk-endeukan
lagoni menang peucang sahiji, leupas deui ku Nini, beunang deui ku Aki.
"
"Haduuuh,
kayu-kayu ini sudah banyak aku kumpulkan, istirahat dulu aaah…"
Tiba
tiba dari arah sebuah pohon besar, terdengar suara mengaduh dan minta tolong.
"
Aduuuh….. sakit! Aduuh…. Tolong! Hei! Siapa saja yang lewat tolong aku! Aku
mohon! Aduuuh sakit sekali….. !"
Ki
Sabrang menegakkan telinganya dan mencari dari mana suara itu berasal. Ia
berjalan pelan-pelan menuju sumber suara, ketika ia samapi di bawah pohon
besar, ia terbelalak kaget, mulutnya menganga melihat makhluk besar di depannya
yang tidak berdaya. Makhluk
apakah itu???
"Wahai
kakek yang baik hati, syukurlah kau datang kemari, apakah kau mendengar
rintihan minta tolongku tadi?"
"Ya
buaya, aku mendengar ada sebuah suara yang meminta tolong lalu aku mencari-cari
sumber suara dan aku menemukanmu di sini, apakah benar kau yang meminta tolong?"
Tanya Ki Sabrang.
"Benar
Kek, malang benar nasibku ini, kemarin sore saat Ciberang banjir meluap, aku
ingin bersenang-senang berenang ke hilir untuk mengunjungi saudaraku, tapi
ternyata, sebuah kayu besar beruntun mnghalangi jalanku dan aku terjepit
kemudian terseret sampai ke tepian ini."
"Tolonglah
aku Kek, semalaman aku kesakitan, dan berdoa agar ada yang menolongku, dan
ternyata doaku terkabul, aku mohon tolong aku Kek!"
Buaya
besar itu memohon dengan sangat kepada Ki Sabrang.
"Hmmmmm,
apakah kau tidak sedang menipuku buaya? Ki Sabrang ragu,
"Mana
mungkin aku menipumu Kek, lihatlah! Aku sudah tidak berdaya seperti ini!"
jawab buaya.
"Hmmmmm,
sepertinya kau memang benar-benar sedang membutuhkan pertolongan, baiklah aku
akan menolongmu, tapi dengan satu syarat."
"Apa
syaratnya Kek? Aku berjanji, aku berjanji akan memenuhinya, yang penting kau
menolongku dan membebaskanku dari kayu sialan ini" jawab buaya.
"Apa
kau akan menepati janjimu?"
"Ya,
aku bersungguh-sungguh akan memegang janjiku Kek, cepat katakan apa
syaratnya?"
"Baiklah,
syaratnya mudah, kau hanya tidak boleh memangsa anak keturunanku dalam keadaan
apapun." Jawab Ki Sabrang dengan tegas.
"Baik,
aku berjanji, aku tidak akan memangsa anak keturunanmu dalam keadaan apapun,
bahkan aku berjanji akan menolong mereka jika aku mampu." Jawab buaya
berapi-api.
Dengan
mengucap sebuah doa, Ki Sabrang mengangkat kayu besar itu dari tubuh buaya,
namun saat kayu besar itu berhasil diangkat dari tubuh buaya, malang nasib
buaya karena, ekornya yang tadi terjepit tidak terselamatkan. Mungkin karena
semalaman terjepit oleh kayu yang sangat besar, ekor sang buaya akhirnya
terlepas atau buntung.
Buaya
merintih kesakitan, tapi ia tetap berterimakasih karena nyawanya masih
tertolong.
"aduuuh
sakit! Haah? Ekorku mana Kek? Aku buntung ya? Tidak apa-apa Kek, terimakasih
kau telah menolongku dengan susah payah. Aku akan memegang teguh janjiku padamu
sampai kapanpun".
Byuuur
, buayapun masuk ke dalam air dan berenang ke hilir.
Ki
Sabrang tersenyum memperhatikan buaya yang kini tidak memiliki ekor itu, tak
apalah ia tak mendapat ikan hari ini, ia bersyukur telah menolong makhluk lain
yang sedang membutuhkan pertolongan.
"hehehehehe,
lucu sekali buaya itu!" Dari
kejauhan sebuah suara memanggil.
"Ki
Sabrang! Kami hendak menumpang rakitmu ke sebrang".
Iapun
berjalan menghampiri rakit dan orang yang memngggilnya tadi dengan senyum manis
terlukis di bibirnya sambil mendayung iapun bergumam "aaaah, pagi yang
cukup melelahkan".
Sejak
saat itu, bahkan hingga kini jika Ciberang banjir meluap dan seekor buaya
buntung tampak mengalun dari hulu ke hilir, masyarakat
percaya bahwa buaya buntung itu sedang memberitahukan atau memberi tanda bahwa
akan ada buaya jahat yng ingin memangsa, maka berhati-hatilah.
Pesan moral :
Kita harus saling tolong menolong
terhadap sesama makhluk hidup dan memegang teguh janji yang telah diucapkan.
Ditulis kembali oleh: Eka Nurul
Hayat, bersumber dari cerita masyarakat Sajira.
Cerita Rakyat ini pernah dibawakan oleh M. Fikri Sofa Ali dalam lomba dongeng tingkat Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten tahun 2016. dan oleh Najwa pada tahun 2018.
catatan ; Ciberang adalah nama salah satu sungai di Kabupaten Lebak, yang
membentang melintasi beberapa Kecamatan dari mulai Kecamatan Cipanas, kecamatan
Sajira, dan bermuara di Ciujung Rangkasbitung.
sungai ciberang pada sore hari dari atas jembatan hirung